Track record politik Jokowi dan Gibran menuju RI-1, 12 Orang Terlapor, Anwar Usman serta Omon-Omon

- Selasa, 19 Agustus 2025 | 22:00 WIB
Track record politik Jokowi dan Gibran menuju RI-1, 12 Orang Terlapor, Anwar Usman serta Omon-Omon


Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik) 

Ambisi Jokowi dan Gibran yang tunduk kepada ambisi Bapaknya (Jokowi) nampak transparansi sejak usia Gibran yang belum 40 tahun menggugurkan UU. Tentang Pemilu dan PKPU melalui Sang Paman Anwar Usman selaku Ketua MK. Ini historis hukum dan politik, lalu terbukti melalui putusan "ecek-ecek alias sengaja menggantung" dari Jimly Asshiddiqie melalui vonis MKMK (7/11/2023), salah satu faktor prinsip dalam pertimbangan putusan MK menyatakan bahwa, "Anwar Usman terbukti melanggar kode etik hakim MK karena memiliki hubungan semenda dengan Gibran maka dikenakan sanksi berat Anwar diberhentikan dari jabatannya selaku Ketua MK.

Walau putusan MKMK mengikat namun ada upaya Anwar menggugurkannya melalui PTUN. Namun vonis MA inkracht  menolak gugatan Anwar versi PTUN Jakarta. 

Namun fakta hukumnya, putusan MKMK tidak berkepastian hukum, karena tidak menyentuh objek materil pelanggaran yang substantif Gibran lakukan bersama Anwar, seharusnya inti 'putusan MKMK' adalah tidak hanya memberhentikan Anwar sebagai Ketua MK namun tegas menyatakan ketidakabsahan Usia Gibran sebagai peserta Cawapres 2024 karena 'terbukti proses Uji Materil di MK dalam Pertimbangan Putusan MKMK 'terkait pengkarbitan batas usia' Gibran untuk dapat menjadi peserta pemilu capres/cawapres 2024 dan praktik persidangannya menggunakan pola nepotisme.

Dari aspek hukum pidana tentunya Anwar Usman dan siapapun (ekualitas) para pelaku yang deelneming (terlibat atau turut serta) terkait nepotisme putusan MKMK (vide putusan MA Jo. PTUN Jakarta), tentu ada ancaman hukuman sesuai UU. No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bebas Bersih dari KKN.

Sesuai data empirik perilaku Anwar sudah dilaporkan oleh TPUA dan KORLABI (Gabungan Kelompok Para Aktivis Muslim), pada hari Kamis, 2/11/2023 ke Bagian Umum (Dumas) Reskrimum Polda Metro Jaya, namun faktanya laporan (TPUA dan KORLABI) yang diperkuat dengan bukti putusan MKMK (7/11/2024) sampai saat ini sudah hampir 2 tahun belum diproses, kontradiktif dengan laporan Jokowi di Polda Metro Jaya yang baru dilaporkan 30 April 2025 terkait klarifikasi dan konfirmasi atau dugaan publik "Jokowi Ijazah Palsu" justru saat ini sudah memasuki proses penyidikan terhadap 12 orang terlapor. 

Adapun kasus Anwar Usman Jo. Putusan MKMK secara logika hukum teori kausalitas (Plato, Aristoteles dan Imanuel Kant), maka klasifikasi sosok Gibran patut merupakan salah seorang terduga pelaku yang bersama sama (deelneming) dengan Usman telah melakukan delik nepotisme (pleger atau doen pleger). Dan karena delik nepotisme ini merupakan delik biasa (umum), sehingga patut tentunya dikembangkan secara equal dan tidak limitatif, oleh pihak Penyelidik-Penyidik Reskrimum Polda Metro Jaya dengan pola due process of law (sesuai rules).

Sehingga prediktif terhadap benang merah dan putih track record Jokowi-Gibran dan dihubungkan dengan narasi dan judul artikel ini, bukan sekedar diksi atau isapan jempol belaka, perihal Wapres Gibran memang sengaja dipersiapkan oleh Jokowi Cs bakal menuju Capres 2029.

Terkait politik Gibran menuju arah bakal Capres 2029 atau kapan pun waktunya adalah wujud HAM asal dengan pra syarat dan syarat sesuai konstitusi. Dan formal persyaratan sesuai sistim hukum dimaksud, realitas sudah dimiliki oleh Gibran, terlepas dari faktor sejarah hukum nepotisme jo. Putusan MKMK dan perilaku negatif (buruk) Gibran lainnya yang pernah ada.

Andai ada suara dan upaya penolakan, protes dan kritisi terhadap suksesi kepemimpinan nasional yang mengarah ke figur Gibran (identik Jokowi) bisa diyakini akan 'dihancurkan berkeping- keping' oleh kekuatan Politik Jokowi, karena Jokowi sudah banyak 'mengantongi kapital' termasuk kapita tokoh tokoh petinggi partai PENGPENG (Penguasa dan Pengusaha) yang mendominasi niaga juga para petinggi partai eks anasir koalisinya pada era kepemimpinannya dulu, bahkan sebagian para petinggi partai kroninya, saat ini sengaja sudah Ia tanam di Pemerintahan KMP dan selebihnya 'sudah berada di saku baju Jokowi'.

Namun saat ini, apapun sikon daripada gejala EKOPOLHUKAM yang ada di tanah air, sebagai wujud geografis politik, tetap saja kunci atau tumpuan daripada bangsa dan negara ini berada di pusat kekuasaan yang konstitusional, maka kesemua kebijakan di bidang EKOPOLHUKAM & BUDAYA "milik" atau berada ditangan Presden RI. Prabowo Subianto.

Untuk itu apakah Presiden RI saat ini siap mencegah laju politik estafet 'kekuasan' Jokowi? Karena pencegahan memiliki makna yang sangat dalam dan deskriptif sikap rasa sayang terhadap generasi bangsa saat ini dan kedepan. 

Jika sebaliknya Prabowo malah seperti 'tidak acuh', karena tidak berupaya mengantisipasi estafet kekuasan Jokowi kepada Gibran, yang pada 2024 Jokowi memang sengaja Gibran "ditangguhkan" sementara, dengan pola disinggahkan lebih dulu RI-1 kepada Prabowo Subianto, hanya untuk 1 kali (satu periode) 2024-2029. Karena situasional untuk memajukan Gibran saat itu kondisinya belum memungkinkan. Artinya andai Prabowo mendiamkan lajunya Gibran 2029 ke Kursi RI-1, identik mendukung kelompok Peng- Peng yang orientasi politiknya demi menghidupkan dan melanjutkan amanah cita cita 3 periode yang sebelumnya gagal 'diganjal' oleh negarawati Ibu Megawati Soekarno Putri, namun berikutnya dari sisi ego (psikologis) bisa tercapai melalui Gibran ?

Terlebih obstruksi terhadap politik ambisi 3 periode itu sulit diharapkan kepada mayoritas anak negeri, hal ini sesuai narasi Prabowo pada saat kampanye Capres 2024 yang tercetus melalui kalimat "hanya omon-omon."

Sehingga satu satunya obstruktif yang kualitatif adalah dari sosok Presiden Prabowo, Prabowo adalah aset yang amat berharga melebihi tumpukan batu bara, nikel, emas intan dan berlian dan barang hasil tambang lainnya, karena presiden adalah mandataris kunci penentu yang memiliki cita cita sesuai teori berdirinya Negara RI sesua kandungan butir butir (klausul) yang terdapat pada alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mensejahterakan serta mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehingga hakekatnya Presiden memiliki tanggung jawab penuh melindungi dan menjaga harkat dan martabat bangsa ini dan bertanggung jawab menjaga dan mengelola seluruh kekayaannya, bersatu menuju bangsa dan negara yang kuat, adil dan sejahtera.

Apakah Presiden akan menyia-nyiakan kesempatan pada sisa 17 Agustus 2025 menjelang BULAN SEPTEMBER 2025 kemudian terus apatis sampai habis satu periode masa jabatan? 

Andai perilaku (apatisme) ini benarl terjadi maka, "geo politik tanah air"  sesuai peta kekuasaan Jokowi, dan seluruh penghuni istana nyata konsisten dengan pengakuan mereka, "bahwa Jokowi adalah raja dan tak bisa dikalahkan, Jokowi adalah Guru." Dan kualitatif dan kuantatif KMP full cerminan isinya pure anasir PENGPENG Cs !

Namun, publik tetap ragu dan berharap kata kata Prabowo yang mengaku sebagai murid dan bakal mengikuti pola kepemimpinan dari bekas Presiden ke 7 sekedar lip service (fragmatis), hanya demi menggapai bulan dan mentari. Nah saat ini bulan dan mentari sudah ada diatas kedua pundaknya maka, MR. PRESIDEN PLEASE DONT BE LATE. berbuat lah sesuatu yang sederhana oleh sebab kekuasaan yang relatif absolut berada ditangan anda, dan publik mayoritas nalar sehat saat ini, yang patuh konstitusi diantaranya komponen 12 Orang yang dilaporkan Jokowi atas tuduhan hasut dan fitnah terkait dugaan Jokowi Ijazah Palsu, nyata telah sungguh-sungguh memberi support kepemimpinan Presiden Prabowo dan paham tentang majas medis, "mencegah lebih daripada mengobati".

Komentar