Suhu politik di Kabupaten Pati kian memanas pasca demonstrasi besar yang menuntut pemakzulan Bupati Sudewo. Politikus Partai Demokrat Rommi Irawan menuding aksi tersebut bukan murni gerakan spontan warga, melainkan “dikompori” oleh calon bupati yang kalah dalam Pilkada 2024, serta mendapat dukungan dari jejaring politik PDIP–PKS dan PPP–PAN di tingkat lokal.
“Saya melihat ini bukan sekadar aksi protes warga. Ada skenario politik yang dimainkan, terutama oleh pihak yang tidak menerima hasil Pilkada kemarin. Dukungan lintas partai seperti PDIP–PKS dan PPP–PAN di daerah menjadi indikasi adanya agenda politik di balik aksi ini,” kata Rommi di akun X (Twitter), Rabu (13/8).
Pernyataan ini sontak menjadi sorotan karena langsung menautkan gelombang protes dengan peta kekuatan politik di DPRD Pati.
Demo yang berlangsung di Alun-Alun Simpang Lima hingga depan kantor DPRD Pati itu diikuti ribuan warga. Mereka menuntut DPRD memakzulkan Bupati Sudewo terkait sejumlah kebijakan kontroversial, terutama kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) hingga 250%.
Meski kebijakan tersebut telah dibatalkan, massa menilai langkah itu terlambat dan menunjukkan pola kepemimpinan yang tidak aspiratif. Isu lain yang diangkat termasuk rencana lima hari sekolah, proyek renovasi alun-alun, hingga pengadaan videotron.
Di tengah aksi, perwakilan demonstran membacakan sebuah “surat pengunduran diri” Bupati Sudewo, yang belakangan dikonfirmasi sebagai bukan dokumen resmi dari bupati.
Rommi Irawan menegaskan, keterlibatan jejaring politik oposisi lokal dalam aksi tidak bisa diabaikan. Menurutnya, ada pola mobilisasi massa yang mengindikasikan keterlibatan struktur partai, bukan hanya komunitas atau kelompok warga.
“Saya tidak mengatakan aspirasi warga itu salah. Tapi ketika gerakan warga ini didorong, dikoordinasi, dan dibiayai oleh pihak-pihak yang punya agenda politik, kita harus kritis. DPRD memang punya hak angket, tapi publik juga harus tahu siapa saja yang ‘bermain’ di belakang layar,” tegasnya.
Rommi menyebut, pihak yang ia maksud termasuk calon bupati penantang Sudewo yang kalah di Pilkada lalu, yang kini disebut-sebut aktif melakukan konsolidasi politik di luar jalur resmi.
Hingga berita ini diturunkan, PDIP, PKS, PPP, dan PAN tingkat Pati yang disebut Rommi belum memberikan keterangan resmi. Redaksi juga belum mendapat respons dari pihak calon bupati yang disebut.
Pengamat politik lokal menilai pernyataan Rommi akan memicu perdebatan baru. Di satu sisi, tudingan itu mempertegas bahwa isu pemakzulan sudah masuk ke wilayah pertarungan elite politik. Di sisi lain, narasi ini bisa memperkeruh situasi dan mengalihkan perhatian dari substansi kebijakan yang dipersoalkan warga.
Sementara itu, DPRD Pati telah menyepakati pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket untuk menyelidiki kebijakan Bupati Sudewo. Pansus akan memanggil berbagai pihak, termasuk kemungkinan memeriksa klaim-klaim politik yang muncul.
Mekanisme hukum pemakzulan mensyaratkan adanya temuan pelanggaran serius, keputusan DPRD untuk mengusulkan pemberhentian, dan persetujuan Mahkamah Agung. Jika MA memutuskan mendukung usulan itu, barulah Mendagri dapat mengeluarkan keputusan pemberhentian.
Kasus ini kini berkembang di dua jalur:
-Jalur prosedural melalui Pansus DPRD yang akan memeriksa fakta-fakta kebijakan.
-Jalur narasi politik yang mempertarungkan framing “gerakan rakyat” versus “perang elite politik” pasca-Pilkada.
Rommi Irawan berada di kubu yang mendorong publik melihat aksi ini dari sisi kedua: siapa menggerakkan, untuk tujuan apa, dan sejauh mana kepentingan politik membungkus tuntutan warga.
“Aspirasi rakyat harus kita dengar, tapi jangan sampai rakyat diperalat demi kepentingan politik segelintir orang,” pungkas Rommi.
Sumber: suaranasional
Foto: Rommi Irawan (IST)
Artikel Terkait
Mantap! Rakyat Cirebon Siap Susul Pati, Bakal Gelar Demo Besar-besaran Protes soal PBB yang Naik 1.000%
Drama Mundurnya Bupati Sudewo
5 Fakta Viral Dokter Penyakit Dalam Dibentak Pasien hingga Dipaksa Buka Masker
Sejarah Panjang Perlawanan Masyarakat Pati Terhadap Kenaikan Pajak: Dari Masa ke Masa hingga Krisis 2025