Pihak keluarga menduga kuat terjadi kelalaian berat (gross negligence) oleh dokter penanggung jawab serta pembiaran sistemik oleh manajemen RSUD Tarakan yang mengakibatkan kematian Johanes.
Bahkan, sebelum somasi dan pertemuan mediasi itu, seluruh inisiatif klarifikasi berasal dari keluarga. Adapun pihak RSUD Tarakan dan dokter tidak menunjukkan inisiatif, empati, maupun tanggung jawab hingga lebih dari satu bulan pasca-kematian.
Dalam pertemuan, pihak keluarga menuntut dr. Diah memberikan penjelasan resmi tertulis. Pihak keluarga menuntut RSUD Tarakan serius melakukan pemeriksaan internal dan membawa kasus ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Pihak keluarga juga menuntut pencabutan STR (Surat Tanda Registrasi) dan SIP (Surat Izin Praktik) dr. Diah secara permanen dan pemecatan dari seluruh jaringan RS. Selain itu, pihak keluarga juga akan mengajukan tuntutan pidana berdasarkan pasal 359 dan 361 KUHP Lama dan Pasal 190 KUHP Baru, serta gugatan perdata ganti rugi maksimal, termasuk dampak emosional.
Sementara RSUD Tarakan diminta untuk menyampaikan permintaan maaf resmi dan terbuka, memberikan kompensasi nyata dan proporsional, melakukan audit medis yang independen dan melibatkan publik, menonaktifkan dr. Diah selama proses berlangsung, melakukan evaluasi dan penggantian struktural pengawas yang lalai, dan mengaudit sistem mutu dan SOP kegawatdaruratan. Juga bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 45 KUHP Baru.
Bila semua ini diabaikan, pihak keluarga akan mengajukan pembekuan izin operasional unit layanan bedah oleh Dinas Kesehatan DKI dan Kementerian Kesehatan RI.
“Kami tidak sedang meminta belas kasih. Kami menuntut akuntabilitas penuh karena yang diabaikan adalah hak atas hidup, yang dilindungi oleh konstitusi dan etika kedokteran. Ini bukan kelalaian kecil. Ini bentuk perendahan terhadap nilai kehidupan manusia. Ketika seorang pasien datang ke rumah sakit, ia menyerahkan nyawanya dengan harapan dijaga, bukan diabaikan,” ujar perwakilan keluarga.
“Ini bukan hanya kesalahan satu orang dokter. Ini adalah sistem yang bobrok, yang memungkinkan dokter bersikap sewenang-wenang tanpa pengawasan, tanpa evaluasi, tanpa empati. Ini adalah pelanggaran terhadap prinsip paling dasar dari profesi medis - yaitu rasa hormat terhadap kehidupan manusia,” sambung pihak keluarga.
Pihak keluarga memberikan batas waktu 14 hari kepada dr. Diah dan RSUD Tarakan untuk memenuhi tuntutan.
Pihak keluarga juga menilai, kematian Johanes di RSUD Tarakan bukan sekadar kegagalan tenaga medis individual, tetapi kegagalan sistemik yang melibatkan seluruh jenjang pemerintahan, termasuk Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Kementerian Kesehatan RI.
“Kematian ini adalah hasil dari kegagalan berjenjang - mulai dari kelalaian dokter, pembiaran oleh manajemen RS, tidak adanya kontrol oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta, hingga lemahnya sistem supervisi nasional dari Kementerian Kesehatan RI. Ini bukan hanya urusan RS Tarakan. Ini adalah cermin buruknya tata kelola kesehatan publik di ibu kota negara,” tulis pihak keluarga lain dalam tuntutannya.
“Apa yang terjadi di RSUD Tarakan mencerminkan wajah pelayanan publik Indonesia di ibu kota negara. Jika di Jakarta saja nyawa bisa hilang tanpa pertanggungjawaban, bagaimana dengan daerah lain?” sambung tuntutan itu.
“Negara, melalui Pemprov DKI dan Kementerian Kesehatan, memiliki kewajiban hukum untuk melindungi hak hidup setiap warganya, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 9 UU 39/1999 tentang HAM. Kematian akibat kelalaian yang dibiarkan tanpa audit, tanpa sanksi, dan tanpa penjelasan adalah bentuk pembiaran sistemik oleh negara,” demikian pihak keluarga.
Sumber: RMOL
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Ancaman Bagi Makna Reformasi 1998?
Kisah Mualaf Jenderal Kopassus Lodewijk Paulus: Ditentang Keluarga hingga Karier Cemerlang
Hasil Survei Kinerja Menteri: Purbaya Yudhi Sadewa Terbaik, Ini Daftar Lengkap 10 Besar - GREAT Institute
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Diduga Kuat Ada Upaya Cari Muka ke Prabowo