35 Tahun Riset dan Inovasi Peternakan, Kini Guru Besar UGM Dipercaya Jadi Tenaga Ahli Menteri Pertanian

- Rabu, 04 Juni 2025 | 00:55 WIB
35 Tahun Riset dan Inovasi Peternakan, Kini Guru Besar UGM Dipercaya Jadi Tenaga Ahli Menteri Pertanian


Jakarta, 3 Juni 2025 – Meski Indonesia tercatat sebagai produsen telur terbesar ketiga dunia, data menunjukkan hampir separuh penduduknya masih mengalami kekurangan asupan protein harian. Sebuah fenomena yang menjadi perhatian serius dalam upaya peningkatan gizi nasional.

“Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2024, sebanyak 46% orang Indonesia kekurangan asupan protein harian. Rata-rata asupan hariannya hanya 62 gram per kapita per hari,” ungkap Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Hilirisasi Produk Peternakan, Prof. DR. Ir. H. Ali Agus, DAA, DEA, IPU, ASEAN Eng.  

Angka tersebut jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. "Malaysia misalnya rata-rata konsumsi proteinnya 159 gram per kapita, Thailand 141 gram, dan Filipina 93 gram," lanjut Guru Besar Fakultas Peternakan UGM ini.

Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi program makan bergizi gratis (MBG) Presiden Prabowo Subianto. "Makan bergizi ini mau tidak mau bicara tentang protein hewani, khususnya hasil ternak: daging, telur, susu. Sedangkan produksi susu dalam negeri hanya mampu mencukupi sekitar 18% dari kebutuhan nasional," papar Prof. Ali saat diwawancarai di kantornya.

"Khususnya pada anak-anak, konsumsi protein hewani yang cukup akan menghindarkan mereka dari kasus gizi buruk dan stunting: pertumbuhan terhambat, mudah sakit dan otak tidak berkembang normal," jelasnya.

Menjadi tantangan tersendiri bagi Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo untuk meningkatkan ketersediaan daging, telur dan susu. Apalagi program minum susu gratis telah menjadi janji politik saat kampanye pilpres tahun lalu. 

Muncul pertanyaan besar. Bagaimana pemerintah akan menyediakan produk peternakan secara mandiri. Haruskah mengandalkan impor?  

Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan rupanya telah menyusun peta jalan percepatan penyediaan daging, telur dan susu. Adalah Prof. Ali Agus yang menjadi arsitek di balik layar penyusunan peta jalan tersebut. 

Prof. Ali yang telah 35 tahun berpengalaman dalam riset dan inovasi peternakan, dipercaya Menteri Pertanian Dr. Andi Amran Sulaiman untuk merancang roadmap swasembada protein hewani Indonesia 2025-2035.

Dari ruang laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada hingga koridor Kementerian Pertanian, perjalanan akademis Prof. Ali mencerminkan transformasi Indonesia dari negara pengimpor menuju swasembada protein hewani. Ia mengabdikan hampir empat dekade hidupnya untuk ilmu nutrisi dan makanan ternak. Ia pun dipercaya menjadi Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Hilirisasi Produk Peternakan sejak Oktober 2023.

"Menjadi dosen sejak tahun 1990 dan sekarang ini tahun 2025, berarti sudah genap 35 tahun ya. Wah, tidak terasa sebagai akademisi, sebagai peneliti," ujar Prof. Ali.

Dari Jerami hingga Teknologi Revolusioner

Perjalanan riset Prof. Ali dimulai dari hal yang tampak sederhana: jerami padi. Sebagai dosen muda, dia mengembangkan teknologi fermentasi jerami padi untuk meningkatkan kualitas gizinya hingga hampir menyamai rumput. Inovasi ini kemudian berkembang menjadi serangkaian terobosan yang mengubah lanskap peternakan Indonesia khususnya bidang teknologi pakan.

"Sejak saya kuliah S1, S2, dan S3, yang saya pelajari adalah ilmu nutrisi dan makanan ternak. Khususnya teknologi pakan," jelasnya. Dari situlah lahir berbagai inovasi yang kini diadopsi masyarakat luas, termasuk Fermented Complete Feed yang populer disebut "burger pakan".

Teknologi ini bukan sekadar inovasi akademis. Dalam dunia bisnis peternakan, pakan memegang peranan krusial karena 60-70 persen biaya produksi berasal dari komponen ini. "Kalau kita bisa melakukan inovasi-inovasi pakan, ya, misalnya memanfaatkan hasil samping industri, hasil samping pertanian, mengembangkan feed suplement, maka akan meningkatkan efisiensi pakan yang berarti keuntungan" kata Prof. Ali menjelaskan urgensi penelitiannya.

Burger Pakan: Solusi Revolusioner untuk Peternak

Inovasi paling menonjol Prof. Ali adalah pengembangan Fermented Complete Feed atau "burger pakan". Teknologi ini mengombinasikan hijauan, rumput-rumputan, konsentrat, mineral, dan vitamin dalam satu paket yang difermentasi.

"Itu seperti campuran ada hijauan, rumput-rumputan, kemudian ada konsentrat mineral, vitamin. Dan itu kalau diberikan kepada sapi, bisa sapi potong, sapi perah, cukup dengan itu. Jadi tidak perlu diberikan sendiri-sendiri," jelasnya.

Keunggulan teknologi ini sangat terasa saat musim kemarau atau paceklik pakan ketika hijauan sulit ditemukan. Hasil ujicoba di peternakan sapi perah menunjukkan manfaat signifikan, terutama saat musim kemarau maupun ketika menghadapi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

"Ke depan, mau pelihara sapi berapa, memelihara domba berapa, mau memelihara sapi perah, tidak akan menjadi persoalan serius. Kalau dukungan pakan ini tercipta, sudah akan menjadi revolusi kemajuan industri peternakan," prediksi Prof. Ali.

Indonesia: Kekuatan Tersembunyi Protein Hewani Dunia

Indonesia ternyata memiliki posisi mengejutkan di pasar global. Negara ini merupakan produsen telur terbesar ketiga dunia. Sebuah fakta yang jarang diketahui publik. "Kalau kita bicara telur ayam negeri, ayam petelur komersial atau disebut juga ayam merah, Indonesia termasuk produsen telur terbesar ketiga dunia," ungkap Prof. Ali dengan bangga.

Untuk daging ayam broiler, Indonesia sudah mencapai swasembada bahkan berpotensi ekspor. "Kalau kita bicara daging ayam, ayam broiler kita itu sudah dapat dikatakan swasembada, mandiri. Bahkan peluang ekspor itu besar dan beberapa perusahaan sudah melakukan ekspor," jelasnya.

Keunggulan Indonesia unggul terletak pada ketersediaan bahan baku pakan yang melimpah. Baik untuk pakan unggas maupun pakan sapi "Kalau bicara penggemukan sapi di Indonesia, itu relatif paling kompetitif dibandingkan menggemukkan sapi di Australia. Kita itu punya limbah pertanian, limbah industri yang jumlahnya melimpah, termasuk kita punya kebun sawit terluas di dunia. Maka kita punya bungkil inti kelapa sawit, dapat menjadi pakan ternak" papar Prof. Ali.

Kreativitas Prof. Ali tidak berhenti pada pakan. Bersama timnya, ia mengembangkan Sapi Gama (Gagah dan Macho), hasil persilangan Sapi Brahman betina dengan Sapi Belgium Blue jantan yang memiliki otot ganda. "Sapi gagah dan macho. Gama itu bukan berarti Gadjah Mada ya, nama universitas negeri tertua di Indonesia. Tapi itu gagah dan macho. Persilangan antara Sapi Brahman betinanya dengan Sapi Belgium Blue pejantannya, otot ganda seperti atlet-atlet binaraga," jelasnya antusias.

Ketika wabah PMK melanda, Prof. Ali segera mengembangkan formula konsentrat imunobooster. "Konsentrat itu saya beri nama Imunobooster. Itu hasil riset panjang yang terbukti mampu meningkatkan kekebalan tubuh ternak," katanya.

Menjembatani Akademik dan Kebijakan

Transisi Prof. Ali dari akademisi murni menjadi praktisi kebijakan dimulai saat menjadi Dekan Fakultas Peternakan UGM dua periode (2012-2021). Kini, sebagai Tenaga Ahli Menteri Pertanian dan Komisaris Holding BUMN Pangan ID FOOD, ia menjembatani dunia penelitian dengan implementasi kebijakan termasuk dunia bisnis. 

Prof. Ali juga menorehkan pengalaman panjang sebagai konsultan peternakan yang membimbing perusahaan kecil menjadi besar. PT. Widodo Makmur Perkasa yang ia bombing bahkan berhasil masuk bursa saham. Sejak IPO pada tahun 2022, Prof Ali Agus didapuk menjadi Komisaris Utama disana.
"Sekarang diminta membantu pemerintah sebagai tenaga ahli. Barangkali dengan pertimbangan pengetahuan, pengalaman di lapangan, punya jejaring yang cukup, bisa membantu menjembatani program-program yang relevan dan mendukung prioritas pembangunan pertanian," jelasnya.

Salah satu kontribusi terbesarnya adalah menyusun roadmap pembangunan peternakan untuk percepatan penyediaan daging, telur, dan susu. "Setahun terakhir ini, kami membantu menyiapkan peta jalan pembangunan peternakan. Kebetulan saya termasuk koordinator menyusun roadmap tersebut," ungkapnya.

Visi 15 Tahun yang Akhirnya Terwujud

Komitmen Presiden Prabowo terhadap ketahanan pangan bukanlah hal baru bagi Prof. Ali. "Komitmen politik Presiden Prabowo ini saya sangat setuju, bahkan full 100% mendukung. Bahkan kami 15 tahun yang lalu sudah mendiskusikan ini,” katanya. 

Diskusi tersebut bahkan dibukukan dengan judul “Jihad Menegakkan Kedaulatan Pangan: Suara dari Bulaksumur” yang diterbitkan oleh UGM Press tahun 2012.

Program makan bergizi gratis (MBG) yang menjadi flagship pemerintahan ini sangat sesuai dengan impian Prof. Ali. "Makan bergizi ini mau tidak mau bicara tentang protein hewani, khususnya hasil ternak: daging, telur, susu. Maka minum susu gratis juga menjadi salah satu impian dan perjuangan untuk menjadi program prioritas negara" jelasnya.

Stunting: Ancaman Bonus Demografi

Salah satu kekawatiran besar Prof. Ali adalah masalah stunting yang mengancam hampir 30% anak Indonesia di bawah lima tahun. Ia memperingatkan bahwa tanpa penanganan serius, Indonesia bisa mengalami "katastrof demografi" alih-alih bonus demografi.

"Kita sering disebut memiliki bonus demografi. Akan tetapi kalau SDM ini sebagai generasi penerus tidak disiapkan dengan baik, yang terjadi bukan bonus demografi, tetapi katastrof demografi," tegasnya. 

Protein hewani adalah kunci mengatasi stunting. "Stunting itu indikasi karena kurang gizi. Kalau kurang gizi berarti pertumbuhannya terhambat sehingga kerdil, otaknya pun tidak cerdas," paparnya.
Telur memiliki kandungan gizi hampir sempurna dengan tingkat penyerapan 99,9%. "Telur itu 99,9%, terserap. Jadi kalau anak-anak itu makan telur, protein hewaninya, asam-asam aminonya ada, vitamin-vitamin, mineral-mineral komplit lengkap, kecuali vitamin C," jelasnya.

Koperasi: Model Skandinavia untuk Indonesia

Untuk mewujudkan visi besar ini, Prof. Ali menekankan pentingnya sistem kelembagaan yang kuat, khususnya koperasi. Ia terinspirasi model koperasi di negara-negara Skandinavia dan New Zealand yang berhasil memajukan sektor pertanian.

"Negara-negara maju seperti Skandinavia, Belanda itu maju karena salah satunya koperasi. Peternak-peternak sapi perah, petani-petani membentuk koperasi. Sampai memiliki bank yang disebut RabboBank," jelasnya.

Model yang dikembangkan adalah koperasi multi pihak yang melibatkan berbagai sektor terkait. "Koperasi susu multi pihak, tidak hanya peternak sapi perah saja, tapi ada yang bergerak di bidang pengolahan, pakan, breeding, research and development. Bahkan perbankan dan asuransi ikut," paparnya.

Filosofi yang dianutnya sederhana namun mendalam: "Koperasi spiritnya adalah kerja sama. Kerja sama spiritnya adalah gotong-royong. Gotong itu artinya berbagi beban, royong itu berbagi peran."

Menyiapkan SDM Unggul

Sebagai mantan Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Ali juga fokus pada pengembangan sumber daya manusia. Ia mengembangkan program kewirausahaan dan membuka Program Profesi Insinyur Peternakan pertama di Indonesia.

"Kurikulum dikembangkan supaya lulusan berani, mau, dan cukup pengetahuan serta keterampilannya untuk siap menjadi calon-calon pengusaha. Supaya mereka menjadi pengusaha bukan karena turun-temurun, tapi dibekali pengetahuan dan teknologi yang memadai" ungkapnya.

Program ini penting karena produksi protein hewani memerlukan penanganan profesional. "Produksi protein hewani memang harus dikembangkan, dikelola, dikontrol, dirancang, dievaluasi oleh para ahli di bidang peternakan, mulai dari breeding, pakan, budidaya, pengolahan hasil ternak, tata niaga, dan sosial ekonominya," jelasnya.

Visi Indonesia Emas 2045

Menatap Indonesia Emas 2045, Prof. Ali meyakini bahwa kunci utama terletak pada sumber daya manusia. "Kalau kita bicara Indonesia 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka, maka kunci utama ada di SDM. Man behind the gun. Itu yang paling vital," katanya.

Program pemerintah saat ini dinilainya sebagai momentum tepat untuk menyiapkan generasi unggul. "Momentumnya itu tepat karena komitmen politik pucuk pimpinan negeri sangat kuat, memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia melalui makan suplemen supaya anak-anak kita tidak stunting," katanya.

Harapan Prof. Ali sejalan dengan cita-cita besar: mengubah Indonesia dari negara pengimpor pangan menjadi negara eksportir protein hewani, dari negara dengan tingkat stunting tinggi menjadi negara dengan generasi cerdas dan sehat.

"Peranan dari swasembada pangan khususnya pangan hasil ternak, protein hewani: daging, telur dan susu yang kandungan gizinya paling komplit lengkap seperti telur," pungkasnya. 

Dengan 35 tahun pengalaman riset dan dedikasi tanpa henti, Prof. Ali Agus kini berdiri di garis depan transformasi ketahanan pangan Indonesia. Dari dosen muda yang meneliti jerami hingga menjadi arsitek swasembada protein nasional, perjalanannya mencerminkan semangat ilmuwan yang tidak hanya berpikir, tetapi juga bertindak untuk kemajuan bangsa. ***

Foto: Prof. Ali Agus (kiri), sosok akademisi yang kini memimpin formulasi peta jalan pembangunan peternakan Indonesia 10 tahun ke depan.

Komentar