Sebuah video di TikTok baru-baru ini memancing diskusi hangat di media
    sosial. Seorang pengguna bernama @zzyourmajesty membagikan pengalamannya
    yang terkesan sederhana, namun penuh ironi.
  
  
    Bagaimana tidak, dalam lima kali memesan ojek online, kelima drivernya
    merupakan lulusan S2. Video memperlihatkan seorang pria mengenakan helm
    hijau khas driver ojol, wajahnya tampak serius dan peka terhadap keadaan
    sekitarnya. 
  
  
    Teks di layar videonya menuliskan, “Serius negara ini gpp? Udah 5x dijemput
    driver ojol lulusan S2.” Sebuah kalimat yang terdengar ringan, tapi
    menyentuh persoalan besar, mengapa begitu banyak lulusan pendidikan tinggi
    yang berakhir di sektor informal?
  
  
    Video tersebut pun dengan cepat viral, meraih ratusan ribu likes dan puluhan
    ribu komentar. Unggahan ini bahkan diangkat ulang oleh akun X (sebelumnya
    Twitter) @tanyakanrl, dan kembali memantik perdebatan mengenai situasi
    lapangan kerja di Indonesia.
  
  
    Bukan maksud meremehkan profesi driver ojol, justru banyak netizen
    menyuarakan rasa hormat terhadap kerja keras mereka. Namun seperti dilihat,
    realitas bahwa gelar S2 kini tak menjamin pekerjaan yang layak membuat
    banyak orang merenung mengenai kondisi negara ini.
  
  @zzyourmajesty udah punya gelar S2 tapi dianggap ‘overqualified’, susah nyari kerja, dan akhirnya ngojol 🤦🏻♂️ #fyp #fypシ゚ ♬ Cukup by Ziva Magnolya - sadvibes🥀 
“Wake up people. Ini bukan mengecilkan profesi ojol, bukan perkara ‘bagus
    dong dia bekerja keras, yang penting halal’,” tulis akun @ale****.
  
    “Tapi karena orang-orang berkualifikasi saja gak ketampung di kerjaan sektor
    formal. Artinya ada mismatch antara demand dunia kerja dan supply lulusan.
    Ini salah satu indikasi pemerintah gagal membuka lapangan kerja,” tambah
    dia.
  
  
    Komentar itu pun lantas diperkuat oleh pengguna lain, @m4n***, yang
    menyentuh sisi emosional dari para lulusan.
  
  
    "Ini fakta di lapangan. Mereka dulu ambil S2 dengan harapan lebih mudah
    mencari kerja karena ilmunya lebih tinggi. Tapi karena antara cita-cita dan
    kenyataan berbeda, mereka harus menghadapi realita hidup. Ini bukan soal
    status lagi, tapi sudah urusan perut."
  
  
    Baca Juga: Heboh Klub Alumni Diblokir Inces: Komentar Receh Berujung Blokir
  
  
    Lebih menyentuh lagi komentar dari @lan****, “Gue yang gak kuliah aja
    ngerasa kasihan. Perjuangan mereka menempuh S2 pasti gak gampang. Seambruk
    ini kah negara?.”
  
  
    Fenomena ini menunjukkan betapa timpangnya kondisi ketenagakerjaan saat ini.
    Banyak orang tua yang menginvestasikan waktu, tenaga, dan uang agar
    anak-anaknya bisa menempuh pendidikan tinggi dengan harapan kehidupan mereka
    akan membaik. 
  
  
    Namun, ketika fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya, muncullah rasa
    frustrasi yang tidak bisa diabaikan. Salah satu penyebab utama adalah
    mismatch, ketidaksesuaian antara kurikulum pendidikan tinggi dengan
    kebutuhan dunia industri.
  
  
    Selain itu, lambatnya pertumbuhan lapangan kerja formal dan terbatasnya
    peluang di sektor yang membutuhkan keterampilan tinggi memperparah kondisi
    ini. Profesi ojol, yang fleksibel dan berbasis aplikasi, menjadi pelarian
    banyak orang. 
  
  
    Meskipun bisa memberi penghasilan, pekerjaan ini seringkali tidak sesuai
    dengan kompetensi akademis yang dimiliki lulusan S2. Alih-alih membangun
    karier sesuai bidangnya, mereka justru harus bertahan dalam realitas ekonomi
    yang keras.
  
  
    Dalam konteks yang lebih luas, unggahan tersebut bukan sekadar curhatan
    pribadi. Ini adalah alarm sosial yang menandakan ada sesuatu yang tidak
    berjalan semestinya. 
  
  
    Bahwa pendidikan tinggi belum tentu menjadi jalan pintas menuju kesuksesan
    dan bahwa negara harus hadir untuk menjembatani kesenjangan tersebut.
  
  
    Kisah ini menjadi peringatan bagi semua pihak, terutama pembuat kebijakan,
    bahwa pendidikan saja tidak cukup tanpa didukung ekosistem kerja yang siap
    menampung lulusannya.
  
  
    Negara perlu bergerak lebih cepat, bukan hanya mencetak sarjana, tapi juga
    membuka lapangan kerja yang sepadan dengan ilmu dan pengorbanan
    mereka. 
  
  
    Sumber:
    suara
  
  
    Foto: Viral Penumpang Heran, 5 Kali Naik Ojol Drivernya Lulusan S2: Negara
    Ini Gapapa? (TikTok)
  
   
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
KPK Percepat Penyelidikan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Imbau Pihak Terkait Kooperatif
Tanggul Jebol di Pondok Kacang Prima Tangsel, 180 KK Terdampak Banjir
KPK Selidiki Dugaan Markup Proyek Kereta Cepat Whoosh: Fakta Terbaru!
Shell dan TotalEnergies Catat Penurunan Laba, Ini Penyebab dan Proyeksi Harga Minyak