Desakan keras inilah yang pada akhirnya membuat Soekarno harus mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar 1966 kepada Letnan Jenderal Soeharto.
“Jadi ketika terjadi Gestapu, tentara itu keras kepada Soekarno. Kemudian akhirnya kan ada Supersemar segala. Artinya ada Surat Keputusan Presiden memberikan kekuasaan kepada tentara,” kata Prof Salim Said.
“Karena presiden tidak kunjung berani membubarkan PKI. Padahal, waktu itu pendapat umum, pembunuhan jenderal-jenderal itu adalah orang-orang yang didalangi oleh PKI,” sambungnya.
Lebih lanjut, Prof Salim Said menjelaskan bahwa Soekarno memang merupakan pemegang kekuasa tertinggi sebagai presiden.
Akan tetapi, Soekarno sebenarnya tak memiliki kekuatan konkrit di lapangan. Oleh sebab itulah, ia menggunakan PKI meskipun dirinya bukan komunis.
“Salah satu persoalan Bung Karno adalah beliau itu politikus punya kekuasaan besar karena menurut undang-undang Dasar 45 beliau itu penguasa tertinggi. Tapi dia tidak punya kekuatan konkrit di lapangan. Jadi dia pakai PKI,” kata Prof Salim Said.
“Jadi Bung Karno itu bukan komunis, dia kepepet aja nggak punya pilihan, terpaksa dia pakai PKI dan di nggak membubarkan PKI,” lanjutnya.
Menurut Prof Salim Said, Soekarno takut kehilangan kekuatan jika langsung membubarkan PKI usai G30S sesuai permintaan TNI dan masyarakat.
“Anda bisa bayangkan kalau setelah Gestapu langsung Bung Karno membubarkan PKI sebagai yang dituntut oleh masyarakat dan tentara, dia hilang kekuatannya,” kata Prof Salim Said.***
Sumber: hops
Artikel Terkait
Gibran Rakabuming vs Zohran Mamdani: Perbandingan Pemimpin Muda yang Viral
Update Kasus Fitnah Ijazah Palsu Jokowi: Polda Metro Jaya Gelar Perkara, Segera Tentukan Tersangka
Skandal Miss Universe 2025: Miss Meksiko Dihina Bodoh, Finalis Walk Out Protes
PUI Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ini Alasan dan Tokoh Lain yang Diajukan