Rocky menempatkan bahwa menyelamatkan warga negara dari semua kalangan adalah hal yang wajib dilakukan tidak hanya sebatas harus karena itu tujuan negara.
Kritik pedas seperti itu harus diperbandingkan dengan dampak dari kebijakan. Jika kebijakan turut menghancurkan warga negara, maka kebijakan itu sangat tidak memenuhi prinsip dasar terhadap kemanusiaan. Rocky mengkritisi kebijakan yang disebut sebagai kebijakan “bajingan tolol”. Karena jabatan presiden itu sama artinya dengan kebijakan.
Mestinya kebijakan itu harus untuk menyelamatkan warga negara. Dalam semangat tersebut, ketika ada kaum kapitalis dan kaum borjuis, agar rakyat tidak hancur karena monopoli modal, maka pemerintah hadir untuk melahirkan kebijakan yang menyelamatkan rakyat.
Namun jika posisi pemerintah berada dan mendukung pemodal besar, tentu dari aspek modal rakyat akan hancur dan dari aspek kebijakan justru memberikan akses jalan tol dalam kehancuran rakyat. Dalam ruang dan semangat tersebut, ketika kebijakan justru memberikan karpet merah dalam logika pikir Rocky, kritikan pedas itu normal dan wajar. Jika disebut tidak beretika, apakah yang tidak beretika itu pernyataan Rocky ataukah kebijakan yang menghancurkan kepentingan publik?
Jika didalami, sesungguhnya apa yang disampaikan Rocky Gerung itu sangat bernilai dan beretika karena harus dibandingkan dengan kebijakan. Indonesia butuh banyak Rocky Gerung agar bisa kontrol kebijakan negara terhadap kehidupan rakyat.
Tujuan negara bisa diwujudkan dengan adanya fungsi kontrol yang konkret, jelas dan terukur seperti yang sudah dilakukan oleh Rocky Gerung. Ketika lembaga legislatif tidak kritis, tokoh-tokoh agama tidak kritis, kaum terpelajar tidak kritis, Rocky Gerung dengan logika akal sehat mampu membongkar logika baru untuk tujuan nasional.
Logika Hukum Soal Pernyataan Rocky Gerung Tentu Tidak Bisa Dipidana
Rocky melakukan kritikan pedas terhadap kebijakan kepala negara. Karena kritik itu terhadap presiden, maka tidak masuk dalam unsur pencemaran nama baik. Jika soal nama baik secara personal pun, harus dilihat kesesuaian antara kritik dan kebijakan.
Dari dua hal tersebut, tidak terpenuhi. Sementara, jika dugaan pidana pokok tidak terpenuhi, maka pasal-pasal di luar dari pidana pokok tidak bisa dikenakan. Pernyataan Rocky itu juga bukan penghasutan tapi itu edukatif.
Aspek edukatif adalah kritikan terhadap kebijakan atas nama negara yang dilakukan. Logika ini sama dengan ketika si A membunuh orang, maka, orang itu disebut “penjahat”. Jika kebijakan berdampak buruk terhadap kehidupan banyak orang, maka, harus ada istilah terhadap kebijakan tersebut.
Pilihan Rocky ada di situ. Dan mestinya seluruh rakyat di Indonesia bangsa dengan Rocky yang memberikan pendidikan kritis terhadap publik. Karena dalam pernyataan tersebut tidak ada unsur pidananya.
Logika pidana itu bicara soal kepastian hukum. Dalam kasus ini, tidak ada satu unsur pun dalam pidana. Bahkan dalam aspek etika, Rocky beretika karena kritikan ditempatkan pada kebijakan. Dan itu istilah lain dari nama kebijakan.
Rocky terlalu cerdas, sehingga mengganggu logika pikir banyak pakar yang dalam perspektif filsafatnya juga belum sampai. Jika filsafat diartikan cinta kebijaksanaan, kritikan Rocky sangat bijaksana karena Rocky melakukannya atas dasar cinta terhadap kemanusiaan. Tuhan senantiasa menyertai Rocky Gerung.
(Penulis adalah aktivis kemanusiaan asal Papua)
Artikel Terkait
Nasib Rumah Tangga Hilda Pricillya Istri TNI Pasca Video Syur 8 Menit dengan Pratu Risal Masih Viral
Kepsek Dicopot! Pelajar SMA Ini Dilarang Ujian Gara-gara Tunggakan SPP, Netizen Geram
Erick Thohir Meminta Maaf, Tapi Publik Masih Geram: Apa yang Salah?
Prabowo Tegaskan Tak Bayar Utang Kereta Cepat, Warisan Proyek Jokowi