Mahfud MD Beberkan Fakta: KPK Sudah Tahu Soal Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh Sebelum Ramai

- Senin, 27 Oktober 2025 | 11:00 WIB
Mahfud MD Beberkan Fakta: KPK Sudah Tahu Soal Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh Sebelum Ramai

Profil Agus Pambagio

Agus Pambagio adalah seorang pengamat kebijakan publik dan pakar transportasi. Ia memulai karier di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan memiliki latar belakang pendidikan dari Institut Teknologi Tekstil Bandung. Agus mengaku pernah menolak usulan proyek Whoosh dari Presiden Jokowi karena dinilai tidak layak dan berpotensi merugi.

Profil Anthony Budiawan

Anthony Budiawan adalah seorang ahli ekonomi dengan gelar magister dari Universitas Erasmus, Belanda. Ia pernah menjabat sebagai Rektor Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie dan hadir sebagai ahli untuk tim pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam sengketa Pilpres 2024. Anthony juga yang menyinggung dugaan mark up dalam proyek ini.

Pertemuan dengan Jokowi dan Intervensi Wantimpres

Agus Pambagio mengisahkan pertemuannya dengan Jokowi di Istana Bogor pada 2019. Saat itu, Agus menyampaikan bahwa proyek KCJB tidak feasible, namun Jokowi membantah dan meyakinkan bahwa proyek ini tidak akan rugi.

“Pak Presiden waktu itu memberikan penjelasan, proyek ini tidak akan rugi. Pasti memberikan kebaikan buat bangsa. Karena teknologinya tinggi, dan seterusnya,” kata Agus.

Ketika Agus ingin mendalami pertanyaannya, seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) memberinya kode dengan menginjak kakinya, yang membuatnya mengurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut. Agus tidak menyebutkan nama Wantimpres tersebut.

Proyek Whoosh dan Beban Utang Warisan Jokowi

Keputusan Jokowi memilih China untuk menggarap proyek KCJB menimbulkan konsekuensi biaya yang lebih tinggi. Biaya proyek membengkak menjadi US$7,26 miliar dari investasi awal US$6,05 miliar. Pembiayaan proyek ini berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dengan bunga 3,3% dan tenor 45 tahun.

Sebagai perbandingan, jika Jepang yang menggarap, biayanya lebih murah dan bunganya lebih ringan. Untuk melunasi utang proyek ini, pemerintah harus menyetor Rp2 triliun, yang menjadi beban bagi PT KAI, PT WIKA, PT Jasa Marga, dan PTPN VIII.

Halaman:

Komentar