Kondisi ini disebut sebagai dampak dari hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi perpajakan, hingga aplikasi pajak yang belum maksimal.
“Ini kenapa terjadi? Ada masalah Coretax di sini. Ada masalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi pajak. Nah ini yang menyebabkan pertumbuhan pajak sampai Mei (2025) itu masih minus,” kata Huda.
Selain penerimaan negara, Huda juga menyoroti masalah pengalokasian anggaran pendidikan. Menurutnya, klaim pemerintah bahwa anggaran pendidikan naik 9,8 persen pada 2026 menjadi Rp757,8 triliun tidak sepenuhnya benar.
Pasalnya, sekitar Rp223,6 triliun atau 30 persen dari pos anggaran pendidikan itu dialokasikan untuk program MBG yang justru melanggar Undang-Undang Sisdiknas.
“Kalau dihitung tanpa MBG, anggaran pendidikan justru turun menjadi Rp534,2 triliun, atau kurang dari 20 persen dari total belanja negara. Ini perampokan dana pendidikan yang dilakukan oleh Sri Mulyani,” ujar Huda.
Ia juga memperingatkan bahaya defisit APBN yang berpotensi melebar pada 2026. Dengan penerimaan negara yang terus melemah, dividen BUMN yang dialihkan ke Danantara, beban utang semakin berat, sementara belanja negara terus membengkak.
“Artinya, untuk bayar utang kita harus berutang lagi. Itu membuat fiskal kita tidak sustain. Inilah kinerja buruk yang harus jadi alasan kuat Sri Mulyani harus dievaluasi bahkan diicopot dari kursi Menteri Keuangan,” pungkas Huda
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Aqua Terancam Gugatan Hukum Atas Dugaan Penipuan terhadap Konsumen
Jokowi Harus Diadili! 5 Alasan Ini Bikin Rakyat Geram
Prabowo Satukan Indonesia: Mengakhiri Era Cebong dan Kampret
Marcella Santoso Didakwa Cuci Uang Rp 52,5 M, Tak Hanya Suap Tapi Juga Terkait Vonis Lepas Korupsi CPO