HUT RI Bukan 17 Agustus? Ini Argumen Mengejutkan Sejarawan Anhar Gonggong!

- Senin, 04 Agustus 2025 | 15:15 WIB
HUT RI Bukan 17 Agustus? Ini Argumen Mengejutkan Sejarawan Anhar Gonggong!




GELORA.ME - Selama ini, kita terbiasa merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia atau HUT RI setiap 17 Agustus dengan gegap gempita.


Namun, bagaimana jika perayaan yang kita kenal selama ini ternyata punya 'catatan kaki' penting yang sering terlewat?


Seorang sejarawan senior, Anhar Gonggong, pada momentu HUT RI 80  ini menyulut kembali sebuah diskusi krusial yang menantang pemahaman mapan kita tentang hari lahirnya negara.


Melalui sebuah video di akun media sosialnya, Anhar Gonggong dengan tegas menyatakan bahwa ada kekeliruan saat kita menyebut 17 Agustus sebagai hari ulang tahun Republik Indonesia.


Menurutnya, tanggal yang lebih tepat secara yuridis dan historis adalah 18 Agustus.


"Ada letak kesalahan saat kita menyebut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dinyatakan pada 17 Agustus," ujar Anhar dalam pengantar videonya dikutip Senin (4/8/2025).


Ia melanjutkan, "Yang saya katakan adalah berdasarkan fakta sejarah... Ini merupakan interpretasi dari hasil rapat PPKI 18 Agustus 1945 yang baru mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tambah dia.


Pernyataan ini tentu bukan sekadar sensasi, melainkan sebuah gugatan intelektual yang mengajak kita menelisik kembali dua hari paling fundamental dalam sejarah bangsa.


Jika dibedah ada poin-poin argumen Anhar Gonggong yang bisa menjadi diskusi dan melihatnya dari perspektif yang berimbang.


Bongkar 'Kekeliruan' Sejarah: Poin-Poin Utama dari Anhar Gonggong


Argumen Anhar Gonggong berpusat pada perbedaan mendasar antara "proklamasi kemerdekaan" dan "pembentukan negara".


Baginya, ini adalah dua peristiwa yang berbeda dengan signifikansi yang juga berbeda.


Berikut adalah poin-poin utama dari pandangannya yang membedakan tanggal 17 dan 18 Agustus 1945:


1. 17 Agustus: Proklamasi Kemerdekaan Bangsa, Bukan Lahirnya Negara.


Menurut Anhar, Proklamasi pada 17 Agustus adalah sebuah deklarasi kemerdekaan oleh Bangsa Indonesia.


Itu adalah pernyataan politik yang membebaskan diri dari belenggu penjajahan, sebuah momen de facto yang membakar semangat revolusi.


Namun, pada titik ini, unsur-unsur formal sebuah negara seperti konstitusi, kepala negara, dan pemerintahan belum terbentuk.


"Pada tanggal 17 Agustus itu belum ada negara," tegasnya.



2. 18 Agustus: Hari Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Satu hari setelah proklamasi, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menggelar sidang pertamanya.


Inilah momen yang dianggap Anhar sebagai hari lahirnya negara. Mengapa? Karena dalam sidang inilah syarat-syarat berdirinya sebuah negara modern dipenuhi, yaitu:


Pengesahan Konstitusi: Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai landasan hukum negara.


Pemilihan Pemimpin: Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat secara aklamasi sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama.


Pembentukan Lembaga Negara: Dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk membantu tugas Presiden sebelum MPR/DPR terbentuk.


3. Perbedaan Terminologi: Hari Kemerdekaan vs HUT Republik Indonesia.


Dari dua poin di atas, Anhar menyimpulkan bahwa istilah yang tepat untuk 17 Agustus adalah Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia.


Sementara itu, istilah HUT Republik Indonesia seharusnya diperingati pada 18 Agustus, karena pada tanggal itulah entitas bernama "Republik Indonesia" secara resmi dan legal berdiri dengan segala kelengkapannya


Perspektif Mapan: Mengapa 17 Agustus Tetap Sakral?


Meskipun argumen Anhar Gonggong sangat kuat dari sudut pandang hukum tata negara dan formalitas sejarah, perayaan 17 Agustus sebagai hari jadi Indonesia juga memiliki dasar yang tak kalah kokoh, terutama dari perspektif sosiologis dan revolusioner.


Momen Pemicu Revolusi: Proklamasi 17 Agustus adalah titik nol, momen yang menyulut api perjuangan di seluruh nusantara.


Tanpa deklarasi berani ini, sidang PPKI pada 18 Agustus mungkin tidak akan pernah terjadi dengan legitimasi yang sama. Itu adalah sebuah tindakan revolusioner yang dilakukan di luar skenario Jepang.


Makna Psikologis dan Simbolis: Bagi rakyat, pembacaan teks proklamasi adalah momen pembebasan jiwa. 


Gema 'Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia' adalah kalimat sakti yang mengubah status dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka di mata mereka sendiri dan dunia, terlepas dari pengakuan formal.


Pengakuan Internasional: Seiring berjalannya waktu, dunia internasional, termasuk Belanda pada tahun 2005, secara de facto mengakui 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. 


Penetapan ini mengukuhkan 17 Agustus sebagai tanggal yang diterima secara global.


Refleksi untuk Generasi Muda: Lebih dari Sekadar Tanggal


Perdebatan yang diangkat Anhar Gonggong ini bukanlah upaya untuk mengecilkan makna 17 Agustus.


Sebaliknya, ini adalah ajakan untuk memahami sejarah secara lebih utuh dan mendalam.


Bagi generasi milenial dan gen z, diskusi ini memberikan beberapa pelajaran penting:


Kemerdekaan adalah Proses: Kemerdekaan bukanlah peristiwa tunggal, melainkan sebuah proses. 


Ada momen deklarasi yang heroik (17 Agustus) dan ada momen kerja konstitusional yang fundamental (18 Agustus). Keduanya sama-sama penting.


Menghargai Para Pendiri Bangsa: Diskusi ini menunjukkan betapa visionernya para pendiri bangsa. 


Setelah memproklamasikan kemerdekaan, mereka tidak berleha-leha. Mereka langsung bekerja keesokan harinya untuk membangun fondasi negara.


Sejarah itu Dinamis: Sejarah bukanlah dogma yang kaku. 


Ia adalah bidang ilmu yang terbuka untuk interpretasi dan dialektika baru berdasarkan fakta-fakta yang ada, seperti yang dicontohkan oleh Anhar Gonggong.


Pada akhirnya, polemik ini memperkaya wawasan kita. 17 Agustus adalah hari di mana jiwa kemerdekaan bangsa Indonesia lahir.


Sementara, 18 Agustus adalah hari di mana raga negara bernama Republik Indonesia terbentuk. Keduanya adalah satu tarikan napas yang tak terpisahkan.



Sumber: Suara

Komentar