GELORA.ME - Sidang pemeriksaan pelapor pada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kembali berlanjut pada hari ini, Kamis (2/11). Terdapat lima pelapor yang hari ini diperiksa oleh MKMK di antaranya adalah Perhimpunan Pemuda Madani, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), BEM Unusia Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, dan Kantor Advokat Alamsyah Hanafiah.
Ketua Umum Perhimpunan Pemuda Madani, Furqan Jurdi, sebagai salah satu pelapor menyebutkan bahwa ketiga hakim Mahkamah Konstitusi yakni Anwar Usman, Guntur Hamzah dan Manahan Sitompul, diduga dengan sengaja membelokkan putusan MK nomor 90 soal syarat capres-cawapres.
"Bahwa para hakim terlapor yaitu hakim terlapor satu Anwar Usman, hakim terlapor dua Guntur Hamzah, hakim terlapor tiga Manahan Sitompul diduga dengan sengaja dan sadar membelokkan putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara 90 dengan mengabulkan permohonan pemohon sebagian dan menyatakan pasal 169 huruf q bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan menambah frasa 'atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Furqan.
Menurut Furqan, penambahan frasa terkait norma tersebut bukanlah kewenangan dari Mahkamah Konstitusi. Penambahan tersebut juga tidak disepakati oleh mayoritas hakim.
"Penambahan norma tersebut selain bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi, penambahan juga tidak disepakati oleh mayoritas hakim. Putusannya selengkapnya berbunyi kami anggap bacakan 'padahal sebelumnya dalam perkara 29,51,55 mayoritas hakim Mahkamah Konstitusi bersepakat untuk menyerahkan ketentuan pasal 169 huruf q kepada pembuat Undang-Undang yakni Presiden dan DPR karena pasal tersebut adalah open legal policy'," jelas Furqan.
"Namun dengan sangat manipulatif keputusan tersebut akhirnya dikabulkan hanya oleh 3 orang hakim yang menyatakan setuju terhadap keputusan a quo. Ketiganya ialah hakim konstitusi Anwar Usman selaku terlapor 1, hakim konstitusi Guntur Hamzah selaku terlapor 2, dan Marhan Sitompul selaku terlapor 3," tambah dia.
Menurut Furqan, meski sependapat, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan alasan berbeda alias Concurring Opinion dalam pertimbangan hukumnya yaitu berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai Gubernur sebagai persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic pun menyampaikan Concurring Opinion yang sama dengan Enny.
"Dengan demikian kedua hakim tersebut menolak frasa yang disepakati oleh tiga hakim di atas, paling rendah 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih oleh pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah yang disetujui oleh hakim konstitusi terlapor," kata dia.
Kemudian, Dissenting Opinion diucapkan oleh 4 hakim Mahkamah Konstitusi. Pertama, hakim Wahiduddin Adams yang mengucapkan seharusnya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon.
Kedua, hakim Saldi Isra yang berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi seharusnya memutuskan bahwa ketentuan pasal 169 huruf q adalah kebijakan hukum terbuka dan harus dikembalikan ke Presiden dan DPR sebagai pembuat undang-undang.
Ketiga, hakim Arief Hidayat yang berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi menolak surat pembatalan pencabutan perkara dan menolak mengabulkan pencabutan perkara pemohon karena pemohon tidak serius dan bersungguh-sungguh mengajukan permohonan.
Artikel Terkait
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Tetap Jadi Anggota Dewan
Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ditangkap Kejari: Ini Fakta dan Kronologi Lengkapnya
Misteri Gibran Absen di Pemusnahan Narkoba 214 Ton, Warganet Heboh: Lagi Mancing?
Fakta Mengejutkan: 4 Pejabat Dipecat Jokowi Gara-gara Kritik Kereta Cepat Whoosh?