Kendati demikian, Firdaus mengakui ada titik lemah dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya berkaitan dengan penghinaan terhadap presiden. Sebab, laporan pasal penghinaan presiden kini merupakan delik aduan.
"(Pasal) 218 itu bisa digunakan, tapi dikunci Pasal 220. Jadi Pak Jokowi yang harus melakukan pelaporan. Dulu kan bukan delik aduan, memang ada kemunduran dalam rumusan pasal ini. Orang jadi presiden enggak ada perlindungan terhadap harkat dan martabatnya," bebernya.
Firdaus pun berpandangan, kelemahan KUHP harus menjadi catatan dan perhatian serius DPR RI. Ia mendorong adanya perubahan dalam KUHP, bahkan dikembalikan seperti sebelumnya, untuk memberikan perlindungan terhadap presiden.
Sebab jika mengacu konsep ketatanegaraan, beber Firdaus, DPR RI memiliki contempt of parliament dan peradilan dilindungi contempt of court. Namun sejauh ini, tidak ada contempt of executive untuk melindungi presiden dari penghinaan.
"Seolah-olah kan tidak dilindungi kekuasaan eksekutif dari hinaan, hujatan, cacian. Padahal parlemen dilindungi, peradilan dilindungi, kenapa eksekutif tidak? Ini catatan untuk DPR, kalau bisa KUHP segera dikaji kembali mumpung belum berlaku," tandas Firdaus.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Roy Suryo Kritik Gibran: Acara Mancing di Hari Sumpah Pemuda Dinilai Tak Pantas
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Dituding Cari Muka ke Prabowo
KPK Diminta Usut Tuntas Kasus Whoosh, Libatkan Mantan Pejakat
Rismon Sianipar Klaim Prabowo Tahu Soal Ijazah Gibran: Fakta dan Perkembangan Terbaru