"Mengingat Jokowi kini sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden, tidak ada halangan hukum bagi KPK untuk memanggil dan meminta keterangan beliau," tegas Haryono.
Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh
Haryono Umar juga menyoroti adanya indikasi mark up atau penggelembungan nilai proyek yang disebutnya sangat mudah untuk ditelusuri. Salah satu titik kritis yang ia soroti adalah peralihan mitra proyek dari Jepang ke Tiongkok, yang disertai dengan peningkatan biaya proyek yang signifikan.
"Harus dijelaskan mengapa biaya proyek bisa meningkat dengan jumlah yang luar biasa. KPK harus memulai investigasi dari draf awal pembicaraan, termasuk perintah presiden, visi misi proyek, dan dokumen-dokumen pendukung yang seharusnya masih lengkap dan tersimpan," tambahnya.
Ia menegaskan bahwa informasi yang beredar di publik mengindikasikan praktik mark up yang bukan hanya bernilai miliaran, tetapi triliunan rupiah. Menurutnya, pola seperti ini merupakan modus korupsi pengadaan barang yang umum, namun skalanya dalam proyek Whoosh sangat besar sehingga seharusnya mudah untuk dilacak oleh penyidik KPK.
Artikel Terkait
Laskar Cinta Jokowi Laporkan Ketua KIP Rospita Vici ke Bareskrim, Ini Sebabnya
Bonatua Silalahi Gugat UU Pemilu, Desak Autentikasi Ijazah Calon Presiden Wajib bagi KPU
Desak KPK Copot Kasatgas yang Lindungi Bobby Nasution dari Kasus Suap
Denny Indrayana Bongkar Alasan Jokowi Tolak Perlihatkan Ijazah Asli: Bukan Sikap Negarawan