Kesaksian dari para saksi mata menggambarkan kekejaman yang dilakukan RSF. Dilaporkan bahwa para pemberontak mengumpulkan orang-orang di sebuah lapangan, meneriakkan hinaan bernuansa rasial, sebelum kemudian menembaki mereka. Puluhan ribu warga terpaksa mengungsi untuk menyelamatkan diri, dengan banyak yang harus berjalan kaki selama 3 hingga 4 hari menuju Kota Tawila.
Kejahatan Perang: Pemerkosaan dan Pengusiran Paksa
Laporan PBB juga mengungkap kejahatan perang berat lainnya. Setidaknya 25 perempuan menjadi korban pemerkosaan beramai-ramai oleh personel RSF di sebuah tempat penampungan pengungsi. Para pemberontak juga memaksa sekitar 100 kepala keluarga yang tersisa untuk meninggalkan tempat tinggal mereka di bawah ancaman senjata dan intimidasi.
Penyangkalan RSF dan Janji Penyidikan Internal
Menanggapi laporan-laporan ini, seorang komandan senior RSF menyatakan bahwa berita tentang pembantaian massal sengaja dibesar-besarkan sebagai propaganda. Meski demikian, pimpinan RSF mengklaim telah memerintahkan penyelidikan internal dan menahan beberapa personelnya yang diduga melanggar perintah.
Desakan Internasional untuk Menghentikan Kekejaman
Presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC), Mirjana Spoljaric, menegaskan bahwa pelanggaran HAM yang terjadi di El Fasher tidak dapat dibenarkan. Ia menyerukan tindakan yang kuat dan tegas dari komunitas internasional untuk segera menghentikan kekejaman yang berlangsung di Sudan dan melindungi nyawa warga sipil.
Artikel Terkait
Presiden Prabowo Ungkap Oknum TNI-Polri Terlibat Penyelundupan Timah Bangka
Kritik Pedas Pernyataan Prabowo Soal Bencana: Nyawa Rakyat Bukan Cuma Statistik
Prabowo Ungkap Nama Pejabat TNI-Polri Dalang Ilegal Logging Penyebab Banjir Bandang Sumatra
Mardiansyah Semar Sebut Kasus Ijazah Jokowi Orkestrasi Politik Pasca Pilpres 2024