DPR Bukan Kaget Cucu Mahfud Keracunan MBG, tapi Heran Kok Bisa Kebagian: Orang Mampu Bukan Prioritas

- Kamis, 02 Oktober 2025 | 10:00 WIB
DPR Bukan Kaget Cucu Mahfud Keracunan MBG, tapi Heran Kok Bisa Kebagian: Orang Mampu Bukan Prioritas

Sementara BGN melaporkan 4.711 korban dari 45 KLB. Perbedaan ini juga disorot oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), yang mencatat 8.649 anak terdampak, dengan lonjakan 3.289 kasus dalam dua pekan terakhir September.


JPPI menilai keracunan hanyalah gejala dari masalah sistemik dalam pelaksanaan MBG. Temuan mereka mencakup pengadaan menu di bawah standar, pengurangan harga per porsi, konflik kepentingan, dan minimnya partisipasi sekolah dalam pengawasan.


Program MBG ini merupakan program makan siang gratis Indonesia yang dicetuskan pada masa pemerintahan Prabowo Subianto dan dirancang dengan tujuan untuk membangun sumber daya unggul, menurunkan angka stunting, menurunkan angka kemiskinan, dan menggerakkan ekonomi masyarakat.


Selain itu, program ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan gizi harian masyarakat, terutama di kalangan anak-anak dan ibu, dapat tercukupi dengan baik sesuai dengan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG).


Melalui program ini, Prabowo juga akan mewujudkan  visi Indonesia Emas 2045 yang menargetkan terciptanya generasi emas dari bonus demografi, yang mampu membawa Indonesia menjadi negara maju.


Program ini mulai digulirkan sejak tanggal 6 Januari 2025 di 26 provinsi Indonesia dengan menargetkan siswa-siswi PAUD hingga SMA serta ibu hamil dan menyusui, dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada 82,9 juta penerima.


Penyebab Keracunan Disebut Karena Dapur SPPG Lalai


Sebagai informasi, untuk saat ini, dapur SPPG yang bermasalah ditutup sementara, menyusul banyaknya kasus keracunan MBG di berbagai wilayah di Indonesia.


Kepala BGN, Dadan, menyebut bahwa sebagian besar insiden keracunan tersebut terjadi akibat kelalaian Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) dalam mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.


“Dengan kejadian-kejadian ini kita bisa lihat bahwa kasus banyak terjadi di dua bulan terakhir. Dan ini berkaitan dengan berbagai hal. Kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena SOP yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan seksama,” ujar Dadan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).


Dadan kemudian menjelaskan bahwa pelanggaran SOP terjadi mulai dari tahap pembelian bahan baku hingga proses distribusi makanan. 


Ada ketidaksesuaian waktu pembelian bahan baku yang seharusnya dilakukan dua hari sebelum pengolahan (H-2), tetapi ditemukan ada yang melakukannya empat hari sebelumnya (H-4).


“Seperti contohnya pembelian bahan baku yang seharusnya H-2, kemudian ada yang membeli H-4. Kemudian juga ada yang kita tetapkan processing masak sampai delivery tidak lebih dari 6 jam, optimalnya 4 jam."


"Seperti di Bandung, itu ada yang memasak dari jam 9 dan kemudian delivery-nya ada yang sampai jam 12, bahkan ada yang lebih dari jam 12,” jelasnya.


Oleh karena itu, sebagai bentuk tindakan tegas, BGN memutuskan untuk menutup sementara operasional SPPG yang terbukti lalai dan menyebabkan kegaduhan di tengah masyarakat.


Penutupan sementara ini tidak memiliki batas waktu yang pasti, durasinya akan bergantung pada seberapa cepat masing-masing SPPG mampu melakukan penyesuaian dan perbaikan internal, serta menunggu hasil investigasi yang sedang berjalan.


“Kita tutup sementara sampai semua proses perbaikan dilakukan. Penutupan bersifat sementara tersebut waktunya tidak terbatas, tergantung dari kecepatan SPPG dapat mampu melakukan penyesuaian diri dan juga menunggu hasil investigasi,” ucapnya.


Dadan juga menekankan bahwa dampak dari kasus keracunan MBG ini tidak hanya bersifat fisik. 


Dia meminta agar setiap SPPG juga mulai memikirkan dan menyiapkan langkah mitigasi terhadap dampak psikologis yang mungkin dialami oleh para penerima manfaat, terutama anak-anak.


“Mereka juga harus mulai memitigasi terkait trauma yang akan timbul pada penerima manfaat,” katanya


Sumber: Tribunnews 

Halaman:

Komentar