Koalisi Masyarakat Sipil Serukan Reset KPU

- Minggu, 21 September 2025 | 23:10 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil Serukan Reset KPU


Koalisi masyarakat sipil dari berbagai lembaga sipil menyuarakan tagar #ResetKPU untuk memperbaiki lembaga pemilihan umum (Pemilu) ini.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati, mewakili koalisi pada Minggu, 21 September 2025, menyampaikan, banyak persoalan KPU yang segera harus dibenahi sehingga pihaknya menyerukan reset KPU.

Persoalan tersebut, lanjut Mike, di antaranya harus segera revisi UU Pemilu karena maraknya masalah pada lembaga penyelenggara pemilu.

Persoalan pada lembaga tersebut, mulai dari sistem teknologi yang buruk, kebijakan yang janggal, hingga etika para anggotanya.

"Kami koalisi yang juga mendorong percepatan revisi UU Pemilu, juga memiliki kepentingan untuk terus menyuarakan ini," ujarnya.

Ia mengungkapkan, koalisi masyarakat sipil mempunyai sejumlah catatan mengenai keputusan atau peraturan KPU yang bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Mike mengatakan, di antaranya tentang kuota afirmasi keterwakilan perempuan minimal 30 persen dan syarat mantan terpidana korupsi.

Selanjutnya, keputusan KPU mengenai penghitungan masa jabatan kepala daerah yang menimbulkan permasalahan.

Termutakhir, soal Keputusan KPU merahasiakan dokumen persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Menurut Mike, meskipun akhirnya kebijakan tersebut kemudian dicabut, pembuatan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik itu membuktikan bahwa KPU tak melibatkan partisipasi publik.

Pencabutan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 ini juga menyisakan pertanyaan. 

"Sampai detik ini KPU belum menunjukkan sebagai sebuah lembaga yang benar-benar serius," ujarnya.

Anggota koalisi masyarakat sipil di antaranya Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI).

Kemudian Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) Indonesia, Indonesian Corruption Watch (ICW), dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas.***

Sumber: konteks
Foto: Mochammad Afifuddin/Net

Komentar