GELORA.ME - Para menteri luar negeri negara-negara Arab dan Muslim pada Sabtu mengecam pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang “Israel Raya”. Negara-negara itu menilai pernyataan Netanyahu dan para menterinya merupakan pelanggaran terang-terangan dan berbahaya terhadap hukum internasional.
“Mereka juga merupakan ancaman langsung terhadap keamanan nasional Arab, terhadap kedaulatan negara, dan terhadap perdamaian dan keamanan regional dan internasional,” kata pernyataan yang dimuat oleh Saudi Press Agency.
Penandatangan dokumen tersebut termasuk menteri luar negeri Arab Saudi, Aljazair, Bahrain, Bangladesh, Chad, Komoro, Djibouti, Mesir, Gambia, Indonesia, Irak, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Maladewa, Mauritania, Maroko, Nigeria, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Senegal, Sierra Leone, Somalia, Sudan, Suriah, Turki, UEA, dan Yaman. Penandatangan juga termasuk sekretaris jenderal Liga Negara-negara Arab, Organisasi Kerjasama Islam, dan Dewan Kerjasama Teluk.
Para menteri menekankan penghormatan terhadap legitimasi internasional dan Piagam PBB, khususnya pasal 2, ayat 4 yang melarang penggunaan kekuatan atau ancamannya. Negara-negara itu juga akan mengadopsi semua kebijakan dan tindakan yang menjaga perdamaian. “Dengan cara yang melayani kepentingan semua negara dan masyarakat dalam mencapai keamanan, stabilitas, dan pembangunan, jauh dari ilusi dominasi dan pemaksaan kekuasaan dengan kekerasan.”
Para menteri menentang persetujuan Menteri Israel Bezalel Smotrich terhadap rencana pemukiman di wilayah E1 Tepi Barat, bersamaan dengan pernyataannya yang menolak pembentukan negara Palestina.
Negara-negara Eropa juga khawatir dengan tindakan tersebut dan telah meminta pemerintah Israel untuk menghentikan rencana tersebut. Jerman memperingatkan bahwa rencana pemukiman E1 dan perluasan Maale Adumim akan semakin membatasi mobilitas penduduk Palestina di Tepi Barat dengan membaginya menjadi dua dan memotong wilayah tersebut dari Yerusalem Timur.
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa rencana Israel merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Pernyataan itu juga serangan terang-terangan terhadap hak asasi rakyat Palestina untuk mewujudkan negara merdeka dan berdaulat sesuai dengan keinginan mereka pada tanggal 4 Juni 1967, dengan Yerusalem yang diduduki sebagai ibu kotanya.”
Laporan tersebut memperingatkan akan pengabaian terang-terangan Israel terhadap hak-hak warga Palestina dan negara-negara tetangganya sebagai komunitas internasional secara keseluruhan. “Ini secara langsung memicu siklus kekerasan dan konflik serta merusak prospek untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif di wilayah tersebut.”
Para menteri “mengulangi penolakan dan kecaman mereka atas kejahatan agresi, genosida, dan pembersihan etnis Israel” dan menegaskan kembali perlunya gencatan senjata di Jalur Gaza “untuk memastikan akses kemanusiaan tanpa syarat untuk mengakhiri kebijakan kelaparan sistematis yang dilakukan Israel sebagai senjata genosida.”
Lebih dari 61.000 warga Palestina telah syahid di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Israel juga terus memblokir lembaga-lembaga kemanusiaan internasional untuk mengirimkan makanan kepada orang-orang yang kelaparan di wilayah kantong tersebut.
Pemerintah Indonesia juga mengecam visi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang Israel Raya. Dalam visi tersebut, Israel hendak memperluas wilayahnya dengan mencaplok, tidak hanya Palestina, tapi juga sebagian wilayah Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon.
"Indonesia menolak dan mengecam keras visi Perdana Menteri Israel tentang 'Israel Raya' melalui aneksasi penuh atas wilayah Palestina dan negara-negara lain di kawasan," kata Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI lewat akun X resminya, Kamis (14/8/2025) malam.
Kemlu RI menambahkan, visi tersebut nyata-nyata melanggar hukum internasional serta semakin mengecilkan prospek perdamaian di Palestina dan Timur Tengah. Kemlu RI menekankan tentang pentingnya solusi dua negara.
"Bagi Indonesia, perdamaian yang adil dan berkelanjutan hanya dapat terwujud dengan menegakkan hak yang tidak dapat dicabut rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri serta hidup berdampingan dengan Israel berdasarkan solusi dua negara, sesuai parameter internasional yang telah disepakati," kata Kemlu RI.
Kemlu RI menyerukan komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, untuk menolak segala bentuk aneksasi dan pendudukan permanen oleh Israel; baik di Palestina maupun di wilayah lain di kawasan.
Selain itu Kemlu RI mendorong komunitas internasional mengambil langkah konkret guna menghentikan kebijakan Israel yang merusak prospek perdamaian.
Sebelumnya, dalam sebuah wawancara dengan media i24, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali mengungkit soal visi Israel Raya sambil menunjukkan peta "Tanah yang Dijanjikan". Netanyahu mengaku sangat terkait dengan visi tersebut.
"Saya berada dalam misi lintas generasi. Jadi, jika Anda bertanya apakah saya merasa ini adalah misi bersejarah dan spiritual, jawabannya adalah ya," kata Netanyahu.
Sumber: republika
Artikel Terkait
Ekonom Kritik Pidato RABN 2026 Prabowo: Ambisi atau Ilusi
Pecah Telur! Marinir Akhirnya Punya Jenderal Bintang 4, Sosoknya Dikenal Tegas
Kenapa Erika Putri Mendadak Viral Lagi? Skandal Video Blunder 8 Menit Terungkit
Suciwati Ungkap Pemerintah Tak Pernah Ajak Aktivis HAM dalam Susun Ulang Sejarah