'Wahabi Lingkungan dan Keberpihakan PBNU Pada Tambang'
Oleh: Abd. Latif Azzam
Pengurus MWC NU Kecamatan Panti Kabupaten Jember
Kita semua sangat menyayangkan pernyataan Gus Ulil dalam sebuah wawancara di Rosi Kompas TV.
Saya dulu sempat mengagumi pemikiran Gus Ulil yang dikenal sebagai tokoh liberal dan keberpihakannya kepada kaum minoritas. Bahkan kajian rutin kitab Ihya' Ulumiddin di Facebook memiliki banyak pengikut.
Namun, beberapa tahun ini pemikiran Gus Ulil berubah drastis, tumpul, bahkan terkesan menjadi jubir kekuasaan.
Terakhir soal Tambang Raja Ampat, bahkan beliau mencetuskan istilah baru "Wahabi Lingkungan." Istilah baru bagi masyarakat dan aktivis yang ingin menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam wawancara Rosi, Gus Ulil seperti kurang persiapan. Iqbal Damanik sama sekali tidak memberikan ruang untuk Gus Ulil membenarkan pertambangan di Raja Ampat. Terkesan tidak memiliki kapasitas untuk berbicara soal Tambang.
Menganggap bahwa pertambangan di Raja Ampat memiliki dampak kemaslahatan soal keberlangsungan hidup manusia akan kebutuhan energi yang dihasilkan tambang dimentahkan.
Tentu keberlangsungan ekosistem laut dan keindahan alam di Raja Ampat lebih diterima logika daripada term Wahabi Lingkungan.
Istilah Wahabi Lingkungan juga kurang tepat, Pandangan ekstrim terhadap teks dan seperti pemahaman Salafi-Wahabi dalam memaknai Islam tidak cocok diterapkan kepada persoalan Tambang.
Apalagi background Gus Ulil sebagai Pengurus PBNU terkesan memaksakan diri membela hal-hal yang bathil untuk menjaga kelembagaan PBNU yang sudah menerima konsesi tambang.
Apalagi salah satu pengurusnya Gus Fahrur menjadi Komisaris di PT. Gag Nikel. Semakin membenarkan logika kita kalau pendapat Gus Ulil tidak obyektif.
Di beberapa kesempatan bahsul masail yang dilakukan oleh beberapa pengurus NU termasuk salah satunya di PCNU Jember tegas menyatakan segala macam bentuk pertambangan hukumnya Haram. Apalagi di Raja Ampat yang merupakan pulau kecil.
Sebagai pulau kecil, Pulau Gag seharusnya bebas dari semua kegiatan ekstraktif yang menyimpan daya rusak tinggi (merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023). Karena jika pulau-pulau kecil jika ditambang bukan hanya daratan, laut pun akan habis.
Bisa jadi 20-30 tahun lagi generasi orang tua di sekitar Raja Ampat tidak akan bisa melihat keindahan ekosistem laut.
Tidak hanya Gus Ulil yang membela. Gus Yahya ketua umum PBNU saat ditanya wartawan keberadaan Gus Fahrur sebagai Komisaris di PT. Gag Nikel bukan rekomendasi PBNU.
Bagi saya anak SD pun tahu dan akan mudah membaca kalau Jabatan sebagai ketua PBNU melekat dalam diri Gus Fahrur yang juga menjadi Komisaris PT. Gag Nikel.
Mestinya mundur atau diberhentikan agar Jam'iyyah PBNU benar-benar menjaga lingkungan sebagaimana yang diajarkan oleh Gus Dur. Tapi hal itu tidak mungkin dilakukan.
PBNU hari ini dengan kentara menampilkan wajah elitis pengurusnya. Berkelindan dengan pemerintah.
Atas dasar ingin menghidupi dan merawat Jamaah, mengambil konsesi tambang. Hingga akhirnya jadi Komisaris.
Kita warga NU di akar rumput malu. Di satu sisi, pengurus di tingkat ranting dan kecamatan sibuk membina ummat, rela menghadiri pengajian dan manaqiban dari tempat yang cukup jauh.
Bahkan tak jarang untuk menghidupkan ranting dan MWC saja pengurus harus iuran setiap bulan.
Di sisi lain, di tingkatan pusat, merusak alam dengan masuk menjadi salah satu Komisaris di PT. Gag. Sungguh memprihatinkan.
Sarjoko S. Salah satu pengurus di Seknas Jaringan Gusdurian Indonesia rela dicap sebagai Wahabi demi menjaga dan mendukung para pegiat lingkungan.
Menurut laporan dari Greenpeace Indonesia dampak aktivitas tambang di Morowali membawa kerusakan luar dalam bagi bumi dan masyarakatnya.
Untuk bernafas saja, warga harus berjibaku dengan ancaman ISPA akibat badai debu yang terus terbang.
Studi lainnya menyebut dampak nikel di sejumlah pulau seperti Obi (Halmahera Selatan) dan Kabaena (Sulawesi Tenggara) membuat Air kencing masyarakat mengandung nikel dalam kadar di atas batas yang bisa ditoleransi oleh tubuh manusia.
Saya agak susah mencari alasan pembenaran kenapa pemerintah harus melakukan kegiatan ekstraktif tambang.
Apakah memang untuk kebutuhan bahan baku dan energi di masa depan hanya akan diperoleh oleh tambang.
Yang jelas-jelas kelihatan oleh mata kita, segala macam bentuk pertambangan hanya akan menyisakan kerusakan alam, limbah yang dihasilkan oleh tambang mengancam kehidupan manusia, menjadi sumber penyakit dan mendatangkan bencana alam.
Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman."
Dulu saya sering mendengar Gus Ulil sering menyampaikan hadist ini, sekarang malah berlawanan.
Kemungkaran alam dipelihara. Bahkan yang membela di stempel Wahabi. Allah..
Setiap orang ada zamannya, setiap zaman ada orangnya, setiap periode pengurus PBNU ada masalahnya, dan masalahnya hari ini cukup menyadarkan kita memilih pengurus yang akan datang harus benar-benar memiliki kapasitas keilmuan yang cukup dan tidak keluar dari cita-cita para pendiri. Karena NU organisasi keagamaan bukan organisasi tambang. ***
Artikel Terkait
Jokowi Sudah Tak Punya Jurus Mengelak Lagi
DAFTAR 8 Pulau di Indonesia Diperjualbelikan dan Disewakan Secara Online, Dimulai Rp2,17 Miliar!
10 Negara Paling Aman Ditinggali Jika Perang Dunia III Terjadi, Ada Indonesia?
Melarikan Diri! Warga Israel Diusir dan Diteriaki Free Palestina saat Tiba di Prancis