Stempel Legal Dosa Jokowi

- Jumat, 21 Maret 2025 | 10:25 WIB
Stempel Legal Dosa Jokowi




OLEH: AHMADIE THAHA

   

DI Senayan, pada 20 Maret 2025, para wakil rakyat mencetak rekor baru dalam kecepatan legislasi. Revisi Undang-Undang TNI disahkan dalam waktu yang nyaris menyaingi kilat di siang bolong: terang benderang, mengejutkan, dan bikin banyak orang refleks turun ke jalan. 


Demonstrasi merebak di depan Gedung DPR dan berbagai kota, memperlihatkan bahwa tak semua orang setuju dengan cara "ngebut" seperti ini. Barangkali, banyak yang tak tahu lebih dalam maksud di balik legislasi UU TNI yang baru ini, meskipun yang diubah hanya tiga pasal. Atau, jika tahu, jangan-jangan mereka tak henti berdemo?



Seperti biasa, setelah keputusan besar, muncul gelombang komentar dari pakar, akademisi, hingga tukang kopi. Salah satu yang menarik perhatian adalah mantan Gubernur Lemhanas, Letjen (Purn) Agus Widjojo. Menurutnya, revisi UU TNI ini tak lebih dari upaya melegalkan apa yang sudah terjadi selama satu dekade terakhir di bawah kepemimpinan Presiden ke-7, Joko Widodo. 


Ini bukan perubahan aturan, ini hanya memberi cap halal pada praktik yang sebenarnya sudah berjalan lama, sindirnya dalam diskusi di Kompas TV. Selama pemerintahan Jokowi, ribuan perwira aktif TNI dikaryakan di berbagai jabatan sipil, menciptakan dinamika unik dalam hubungan sipil-militer. 


Ada total 2.569 perwira yang tersebar di 14 kementerian dan lembaga negara. Kementerian Pertahanan, yang dulu dipimpin Prabowo Subianto, menyerap sebagian besar dengan lebih dari 1.500 perwira. Sisanya tersebar di Badan Intelijen Negara, Mahkamah Agung, Lembaga Ketahanan Nasional, Bakamla, Kejaksaan Agung, hingga Badan Nasional Penanggulangan Bencana.


Nama-nama lembaga ini mungkin terdengar biasa saja —sampai kita menyadari bahwa tidak ada unsur kemiliteran yang seharusnya melekat di sana. Namun, sejak era Jokowi, perwira TNI sudah masuk dan berperan aktif tanpa ada yang coba mengusik, seolah itu lumrah saja.


Revisi UU TNI kali ini, menurut Agus, bukan sekadar penyesuaian kecil, tetapi pergeseran besar yang mengubah kembali paradigma reformasi TNI. "Dulu kita mati-matian menarik militer ke barak, sekarang justru kita panggil kembali ke segala lini kehidupan sipil," katanya, seolah ingin mengingatkan bahwa sejarah punya kebiasaan buruk untuk berulang.


Dan ia menyebut pasal. Salah satu contoh nyata ada pada Pasal 47. Versi asli UU TNI 2004 tidak pernah menyebut soal keterlibatan TNI dalam Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tetapi sekarang kata "bencana" dimasukkan secara resmi. 


Hal serupa terjadi dengan pertahanan siber, yang sebelumnya tidak ada dalam UU lama, tetapi kini dilegalkan atau dihalalkan. "Banyak jabatan sipil yang dulu diisi tentara secara diam-diam, sekarang dibuatkan pasalnya agar sah," lanjut Agus.


Lebih jauh, revisi ini juga menambah daftar tugas TNI. Dari 14 operasi militer selain perang, kini menjadi 16. Artinya, selain bertempur dan menjaga kedaulatan, mereka kini harus menghadapi ancaman siber serta melindungi kepentingan nasional di luar negeri. 


Halaman:

Komentar