OLEH: AHMADIE THAHA
INDONESIA punya segalanya: kekayaan alam melimpah, tenaga kerja murah, dan, tentu saja, kreativitas tanpa batas dalam urusan korupsi. Ambil contoh nikel. Tahun 2023, kita memproduksi 21 juta ton metrik nikel, alias setengah dari produksi dunia. Negara lain sibuk berinovasi dengan teknologi, kita justru lebih unggul dalam seni menyulap aturan.
Fakta menarik ini diungkap oleh La Husen Zuada, dosen Universitas Tadulako, dalam jurnal Integritas yang diterbitkan KPK. Dia membedah modus korupsi nikel dari hulu ke hilir —mulai dari izin tambang hingga pengapalan, dari spekulan tanah hingga aparat hukum yang mendadak jadi konsultan bisnis tambang. Saking rapi dan sistematisnya, kejahatan ini bukan lagi aib, melainkan warisan budaya.
Babak Pertama: Spekulan Tanah, Sang Visioner
Segera setelah sebuah daerah ditetapkan sebagai Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), bukan cuma perusahaan tambang yang berebut, tapi juga spekulan ulung. Mereka ini kombinasi ajaib: pengusaha gesit, birokrat cerdik, dan —tentu saja— oknum aparat yang paham betul izin tambang lebih menggiurkan daripada sekadar jual beli tanah biasa.
Modusnya simpel: mereka beli tanah murah, tunggu momen yang tepat, lalu jual ke perusahaan tambang dengan harga berlipat. Kalau masih kurang untung, ya disewakan dengan sistem bagi hasil. Urusan legalitas? Ah, itu belakangan. Yang penting, duluan pegang sertifikat.
Tapi ada satu kendala: bagaimana kalau izin usaha pertambangan (IUP) yang dibeli ternyata sudah mati? Tenang, ada jalur lain.
Babak Kedua: Izin Mati Bisa Dihidupkan, Asal Ada Mahar
Di negeri ini, surat izin tambang mirip kartu nyawa dalam gim Monopoli. Sudah kedaluwarsa? Bisa diperpanjang. Tak memenuhi syarat? Bisa dinegosiasikan.
Ada dua opsi jalur cepat: pertama, lewat kejaksaan, dengan pendekatan "administratif fleksibel". Kedua, lewat Ombudsman, karena terkadang ketidakpastian hukum bisa jadi peluang emas bagi mereka yang "paham situasi".
Padahal, Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018 sudah mengatur mekanisme perpanjangan izin. Tapi apa gunanya aturan jika bisa ditafsirkan sesuai kebutuhan?
Dalam beberapa kasus, perusahaan bahkan sudah mulai menambang meski izin belum beres. Kenapa berani? Karena mereka tahu, ada solusi lebih murah dibanding mengurus dokumen: yaitu menyesuaikan dokumen yang sudah ada.
Babak Ketiga: Seni Memalsukan Dokumen
Kalau tanah bisa diperdagangkan, dokumen tambang pun tak kalah fleksibel. Ada tiga jenis dokumen yang laris manis di pasar gelap pertambangan:
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Cak Imin Buka Suara Soal OTT KPK ke Gubernur Riau Abdul Wahid: Sikap & Kronologi
OTT KPK Jaring Orang Kepercayaan Gubernur Riau, Sita Uang Rp1 Miliar
Nino Wilkes, Putra Patrick Kluivert, Ungkap Dirinya Gay: Dukungan Keluarga & Kisahnya
KPK Tahan 5 Tersangka Baru Korupsi Dana PEN Situbondo: Kronologi & Daftar Namanya