Untuk itulah, pasca pernyataan kepastian jaminan kualitas BBM pertalite dan pertamax oleh LEMIGAS semestinya pihak Hiswana Migas juga memberikan jaminan atas kualitas produk BBM yang mereka perjualbelikan dan tidak elok hanya diam saja karena akan berdampak pada kepercayaan (trust) konsumen yang selama ini loyal kepada SPBU-Pertamina.
Apalagi, sikap ini sangat ditunggu oleh masyarakat konsumen yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan menghadapi Hari Raya Idulfitri 1446 H agar kegiatan mudiknya berjalan lancar, aman dan nyaman. Potensi gangguan pasokan BBM pertalite yang 67 persen lebih dikonsumsi masyarakat menjelang kegiatan mudik lebaran inilah yang harus segera diantisipasi sejak dini oleh para pengusaha SPBU.
"Suara" atau pernyataan jaminan BBM berkualitas dari Pertamina ini penting dari para anggota Hiswana Migas selain untuk mendudukkan porsi kasus yang sedang diselidiki Kejagung juga menjaga nama baik atau "citra" perusahaan negara. Jangan sampai, kasus pengoplosan BBM jenis pertalite dan pertamax itu justru dituduhkan publik kepada pengelola SPBU untuk mengambil keuntungan lebih besar.
Sementara, BUMN Pertamina melalui sub holding PPN memang murni melaksanakan proses pencampuran zat (blending) serta jamak dilakukan oleh produsen BBM lainnya di dunia. Sebagaimana hal itu juga dijelaskan oleh produsen BBM pesaing Pertamina seperti Shell, BP-AKR dan.Vivo dihadapan anggota Komisi XII DPR-RI pada Jum'at 26 Februari 2025.
Oleh karena itu, patutkah Hiswana Migas yang telah mengambil keuntungan bisnis selama 45 tahun hanya "berpangku tangan" saja menyaksikan rekan kerjanya BUMN Pertamina "diserang" dan dicecar oleh publik atau warga media sosial/medsod (netizen)?
Hal ini sangat krusial agar publik dapat memisahkan antara kasus tindak pidana penggelembungan (mark up) nilai impor BBM yang dilakukan oleh oknum pejabat BUMN Pertamina dengan proses pencampuran zat (blending) yang memang harus dilakukan produsen Migas.
Jika pembiaran tuduhan "pengoplosan" BBM jenis pertalite dan pertamax oleh publik kepada BUMN Pertamina terus terjadi dan berdampak pada pemenuhan BBM di tanah air yang harus diimpor (kekurangan produksi atas konsumsi) maka kerjasama dengan Hiswana Migas harus dievaluasi.
*(Penulis adalah Ekonom Konstitusi/Staf Ahli YLKI)
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Tanggul Jebol di Pondok Kacang Prima Tangsel, 180 KK Terdampak Banjir
KPK Selidiki Dugaan Markup Proyek Kereta Cepat Whoosh: Fakta Terbaru!
Shell dan TotalEnergies Catat Penurunan Laba, Ini Penyebab dan Proyeksi Harga Minyak
Hujan Es Tangerang 2025: Penyebab, Dampak, dan Penjelasan BMKG