Angka itu memang di bawah angka yang dipegang lembaga statistika pemerintah, Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut rilis BPS, 6 Mei 2024, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) RI tercatat 4,82 persen. Setidaknya, dengan angka itu kita masih “nggak jadi ekor-ekor amat” di antara enam negara ASEAN di atas.
Bahkan, dalam angka versi BPS tersebut, angka TPT sebesar 4,82 persen itu tergolong sebuah prestasi. Pasalnya, angka itu turun sebesar 0,63 persen poin dibanding angka TPT Februari 2023. Berdasarkan rilis BPS pada 5 Mei 2023, TPT Indonesia tercatat sebesar 5,45 persen. Angka 2023 itu pun juga lebih rendah sebesar 0,38 persen poin dibandingkan dengan angka Februari 2022. Alhasil, sejatinya tingkat pengangguran terbuka Indonesia, menurut data BPS, terus mengalami penurunan.
Meski demikian, menurut TheGlobalEconomy.com, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, tingkat pengangguran di Indonesia tergolong cukup tinggi di kawasan. Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Kamboja memiliki tingkat yang sangat rendah, yaitu 0,23 persen, dan Thailand di 0,94 persen (angka 2022). Posisi Indonesia dalam pengibaratan TheGlobalEconomy.com,”Kira-kira di tengah hingga ujung atas spektrum dalam tingkat pengangguran terbuka di kawasan ASEAN.”
Persoalan lain yang banyak dipertanyakan publik, mengapa di saat angka pengang-guran kita paling “memble” di ASEAN itu, kita seolah begitu terbuka dengan masuknya tenaga kerja asing (TKA), terutama dari Cina? Mereka umumnya mendominasi proyek smelter yang digalakkan pemerintah beberapa tahun terakhir.
Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemnaker, mencatat pada 2019 jumlah total TKA ada 109.546 orang. Disebutkan, sebagian besar mereka datang seiring investasi penanaman modal asing.
Namun soal itu pernah dijawab Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, 2021 lalu. Menurut Luhut, banyaknya TKA yang bekerja di tambang dan proyek smelter itu tak lain karena Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia terampil. "Sekarang kita tidak mau hanya ekspor raw material, kita mau itu jadi satu kesatuan. Ini kesalahan kita berpuluh-puluh tahun, kita perbaiki. Memang ada kritik awalnya, kenapa nggak pakai tenaga Indonesia? Memang nggak ada,"kata Luhut, seperti dikutip banyak media pada Kamis, 18 November 2021 itu.
Pernyataan Menteri Luhut itu kemudian memang memantik polemik. Karena hal demikian sudah sangat biasa di negeri kita, saya tak tertarik menuliskannya di sini. Kalau menurut John B. Bogart, editor The New York Sun pada akhir abad 19, mungkin tak lagi bisa dianggap berita. “When a dog bites a man, that is not news, because it happens so often.” [ ]
Artikel Terkait
Prabowo Apresiasi Pertemuan Trump-Xi di KTT APEC 2025, Bahas Kerja Sama RI-Selandia Baru
BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem Hujan Lebat Landa Indonesia Hingga 6 November 2025, Ini Daftar Wilayahnya
Prediksi Persib vs Bali United: Thom Haye Kunci Kemenangan Tanpa Guaycochea
Presiden Prabowo Minta Guru Bahasa Inggris dari Selandia Baru untuk Latih Calon PMI