Infrastruktur dan Utang Pemerintah Pusat

- Sabtu, 08 Juni 2024 | 15:15 WIB
Infrastruktur dan Utang Pemerintah Pusat

Artinya, persoalan utang APBN dan pembayaran bunga utang merupakan persoalan penting yang semakin menekan keberlanjutan fiskal pemerintah pusat, sekalipun asal utang dari sumber dalam negeri yang sebesar Rp5.123,84 triliun masih lebih besar dibandingkan dari sumber luar negeri yang sebesar Rp3.067,36 triliun.


Namun utang luar negeri mempunyai rasio pembayaran utang triwulan menggunakan indikator Debt Service Ratio (DSR) tier-2 telah mencapai 36,47 persen per triwulan 1 tahun 2024 dan rasio pembayaran utang tahunan tier-2 mencapai 38,18 persen pada periode waktu yang sama.


Demikian data utang luar negeri bersumber dari SULNI, yang merupakan kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia bulan Mei tahun 2024.


Artinya, keberadaan indikator DSR telah melebihi ambang batas aman sebesar 30 persen. Dengan kata lain, keberadaan utang bersumber dari luar negeri yang lebih kecil dibandingkan dalam negeri pun memerlukan kewaspadaan. Sebab, kebutuhan untuk membayar bunga utang yang jatuh tempo dan nilainya semakin besar, itu telah berdampak menekan alokasi belanja APBN.


Implikasinya adalah warisan utang atas konsekuensi dari percepatan pembangunan infrastruktur berdampak mempersempit ruang gerak dan menguras likuiditas APBN ke depan, yang semakin kurang likuid untuk lincah bermanuver secara lebih leluasa dalam membelanjakan program-program kampanye yang serba populis selama Pilpres 2024.


Misalnya, pindah ibukota negara ke IKN, makan siang gratis, dan penambahan jumlah kementerian. Yang terjadi bukannya fenomena ekspansi anggaran, melainkan kontraksi anggaran, atau refocusing APBN.


Apabila sebelumnya orang semula sangat meyakini bahwa sistem Pilpres, Pileg, dan Pilkada secara langsung akan membuat kehidupan keuangan negara dan ekonomi rumah tangga yang jauh lebih baik dan lebih sejahtera, namun sekarang keyakinan pada pengembangan demokrasi pemilihan secara langsung secara bertahap berada dalam keraguan.


Fakta menunjukkan pada kasus manajemen APBN yang semakin bergantung pada pembiayaan utang sebagaimana percepatan pembangunan infrastruktur tersebut di atas, terbukti justru menimbulkan warisan utang yang semakin besar dan semakin menekan alokasi APBN. 


(Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana)

BERIKUTNYA

SEBELUMNYA

Halaman:

Komentar