"Kita tidak mengakui suatu negara sebagai negara berdasarkan kemarahan, kita melakukannya dalam (dalam kerangka) sebuah proses," katanya, seraya menegaskan kembali bahwa mengakui Palestina bukan langkah yang 'tabu'. Saat ini bukan waktu yang 'masuk akal'," kata Macron di Paris.
"Saatnya akan tiba, dan Prancis akan melakukannya, namun hal itu harus dilakukan dalam sebuah proses," lanjutnya.
Dalam konteks tersebut, Macron menjelaskan, Palestina harus lebih dulu menerapkan sejumlah reformasi. Pengakuan, sambung dia, juga harus digunakan untuk memberikan tekanan terhadap Israel, sehingga memerlukan mobilisasi negara seperti AS.
Macron menegaskan, pemerintah Prancis akan terus bekerja dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu selama dia masih menjabat. Macron juga menggambarkan Netanyahu sebagai 'mitra wicara yang sepenuhnya sah'.
Kalangan organisasi masyarakat sipil dan serikat mahasiswa menekan pemerintah negara di Eropa untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara merdeka. Mereka juga meminta para pemerintah itu untuk melindungi hak rakyat Palestina dalam menghadapi serangan Israel yang terus-menerus terhadap warga sipil di tempat penampungan PBB dan kamp-kamp pengungsi.
Spanyol, Norwegia, dan Irlandia mengakui Palestina sebagai negara pada 28 Mei 2024. Sedangkan Slovenia mengakui Palestina pada 4 Juni 2024.
Pada Kamis, 26 organisasi masyarakat sipil Belgia mengirim surat kepada Perdana Menteri Alexander De Croo yang mendesaknya untuk 'mengakui negara Palestina tanpa penundaan'.
Artikel Terkait
Purbaya Yudhi Sadewa: Target Ekonomi Indonesia Tumbuh 8% di Era Prabowo
Inpres Jalan Daerah 2025: Strategi PUPR Percepat Konektivitas & Ketahanan Pangan
Harga Pertamina Dex & Dexlite Naik 1 November 2025: Daftar Lengkap Terbaru
Optimisme Pelaku Industri Tembus 70,5% di Oktober 2025, IKI Ekspansif