Kala Pasukan Kopassus dengan Marinir Bersitegang, Bazoka Siap Ditembakkan

- Minggu, 26 November 2023 | 00:00 WIB
Kala Pasukan Kopassus dengan Marinir Bersitegang, Bazoka Siap Ditembakkan

Saat pecah insiden RPKAD dan Cakrabirawa pada pertengahan 1964, Benny Moerdani baru saja menyelesaikan bermain tenis di lapangan Senayan. Benny Moerdani berpangkat Mayor Infanteri dengan jabatan sebagai Komandan Batalyon I RPKAD. Ia belum lama mendapat anugerah Bintang Sakti yang disematkan langsung oleh Presiden Soekarno.


Penghargaan Bintang Sakti diberikan kepada tentara yang telah berjasa dalam operasi pembebasan Irian Barat (sekarang Papua). Benny yang usai main tenis melihat di jalan masuk menuju asrama Cijantung penuh iring-iringan truk operasional RPKAD yang sarat penumpang. Semuanya anggota RPKAD berpakaian sipil.


Masih mengenakan baju olah raga, Benny diam-diam mencari tahu apa yang sedang terjadi. Iring-iringan truk RPKAD yang ia ikuti berhenti di jalan raya Kramat Raya. Para anggota yang berpakaian sipil itu berloncatan turun dari atas truk dan langsung berlari menuju arah simpang lima Senen. Mereka adalah anggota RPKAD yang dikontak rekan mereka yang berkelahi dengan Cakrabirawa di lapangan Banteng.


Situasi di sepanjang jalan sontak gaduh. Dengan berjalan kaki Benny menembus keramaian lalu lalang orang yang tengah berlarian. Ketika melihat seseorang tengah digotong masuk Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), ia langsung menuju ke sana.


Di rumah sakit, Benny mendapat keterangan apa yang terjadi dari seorang dokter yang juga bekas anak buahnya di Pasukan Naga. Diceritakan bahwa konflik diawali aksi saling ejek saat anggota KKO latihan baris berbaris dan pasukan RPKAD belajar mengemudikan mobil.


“Saya tengok ke dalam ruang perawatan. Kira-kira ada tiga anggota RPKAD dan sepuluh KKO ngglethak, terbaring berlumuran darah,” kata Benny Moerdani.


Benny langsung berfikir perselisihan harus segera dihentikan. Sebab jika tidak, akan semakin meluas. Dari RSPAD ia berjalan menuju asrama Kwini. Di pos jaga Kwini, terlihat puluhan anggota KKO berseragam Resimen Cakrabirawa dengan bersenjata lengkap. Mereka dalam posisi bersiap-siap mempertahankan asramanya.


Benny dengan mudah masuk ke dalam asrama KKO Cakrabirawa, karena sebagian anggota KKO yang direkrut Cakrabirawa adalah bekas anak buahnya di Irian Barat. Ia bertemu perwira KKO, Mayor Saminu, yang kebetulan kenalan lamanya dan sekaligus sama-sama berasal dari Solo.


Benny meminta Saminu menjaga pasukannya agar jangan sampai keluar asrama. Sebaliknya ia akan mengendalikan anggota RPKAD yang dikabarkan hendak melakukan penyerangan. Saminu setuju. Celakanya, di saat yang sama, menyebar isu di kalangan anak buahnya, Benny yang datang ke asrama Kwini tengah ditangkap KKO.


Mendengar kabar itu anggota RPKAD langsung menduduki asrama perawat puteri RSPAD yang berlokasi persis di samping Kwini. “Dari lantai atas asrama perawat tersebut, sepucuk bazoka siap ditembakkan, tepat mengarah ke dalam asrama KKO”. Saat bersiap menembak itu, anggota RPKAD melihat Benny melenggang keluar meninggalkan Kwini.


Benny langsung memerintahkan semua anggota RPKAD kembali ke markas mereka di Cinjantung. Sejumlah anggota yang terlihat masih ragu, didorongnya segera naik kendaraan. Insiden baku hantam antara anggota RPKAD dan KKO Cakrabirawa dan nyaris meluas menjadi pertempuran itu memang berhasil dihentikan.


Namun, kabar itu sampai juga ke telinga Bung Karno, dan membuat sang Proklamator itu marah. Pertikaian antara anggota RPKAD dengan KKO Cakrabirawa bisa dihentikan setelah para pimpinan pasukan, yakni Benny Moerdani, Mayor Saminu dan Komandan Resimen Cakrabirawa Kolonel CPM Moh Sabur bertemu di Markas Garnizun Jakarta.


Sumber: okezone

Halaman:

Komentar