Lantas bagaimana elektabilitas Airlangga dan Muhaimin jika masing-masing dipasangkan dengan Prabowo?
Berdasarkan survei LSI, pasangan Prabowo-Airlangga mampu menang apabila head to head dengan Anies-AHY atau Ganjar-Erick. Duet Prabowo-Airlangga bisa mendapat elektabilitas 47,5% jika berhadapan dengan Anies-AHY yang hanya mendapat 38,5%. Sementara Prabowo-Airlangga bisa meraih suara 46,6% apabila head to head dengan Ganjar-Erick yang mengantongi 40,6%.
Sedangkan hasil simulasi PRC, Prabowo-Muhaimin mampu memang tipis dengan elektabilitas 30,2% jika melawan duet Ganjar-Erick (29,4%) dan Anies-AHY (25,2%).
Djayadi Hanan memandang apabila dari faktor elektabilitas, Airlangga dan Muhaimin sama-sama potensial dan kompetitif ketika bertarung dengan Ganjar atau Anies. Sehingga Prabowo bisa menggunakan faktor lain untuk memilih antara Airlangga dan Muhaimin.
Faktor tersebut seperti komplementaritas atau kemampuan saling melengkapi. Menurut Djayadi, saat ini yang paling menonjol untuk menentukan kemenangan adalah komplementaritas dari segi ideologis.
Berdasarkan pengalaman di Pilpres selama ini, tokoh nasionalis akan berpasangan dengan tokoh religius. Berkaca dari segi ideologis, Prabowo sebagai nasionalis butuh tokoh religius seperti Muhaimin.
“Muhaimin mewakili [kalangan] santri, sementara Airlangga sama dengan Prabowo yaitu sama-sama nasionalis. Dari sisi komplementaritas ideologis Cak Imin yang lebih unggul untuk jadi pilihan,” ucap Djayadi pada kumparan, Jumat (12/5).
Faktor lainnya ialah strategi pemenangan wilayah. Survei LSI mencatat pemilih Prabowo cukup kuat di luar Jawa (Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi) serta Jawa Barat dan Banten. Di sisi lain, Prabowo sangat lemah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sehingga Prabowo membutuhkan kandidat cawapres yang cukup kuat suaranya di Jatim dan Jateng.
“Kandidat cawapres yang bisa bantu melengkapi Prabowo dari sisi ini lagi-lagi Cak Imin. Kalau Airlangga dengan kekuatan Golkar itu lebih kuat di luar Jawa. Sementara PKB dan Cak Imin kuatnya di Jawa Timur,” ucap Djayadi.
Faktor kesejarahan juga bisa jadi patokan. Djayadi menyebut dari segi sejarah, Gerindra dan PKB yang lebih dulu membentuk KKIR. Sementara Golkar yang sebelumnya di KIB baru bergabung belakangan. Muhaimin kembali unggul dari segi ini.
Terakhir, faktor yang jadi pertimbangan adalah cawapres mana yang punya kemampuan logistik untuk pemenangan Pilpres 2024. Djayadi menilai dari faktor ini Golkar dan Airlangga memiliki keunggulan. Sebab Golkar dengan jaringan pengusaha dan kalangan bisnisnya lebih kuat dari sisi logistik dibandingkan PKB.
“PKB pendukungnya kebanyakan dari kelas menengah bawah, di pedesaan. Kekuatan logistik dan bisnisnya tidak sekuat jaringan Golkar,” kata Djayadi.
Merujuk dari faktor elektabilitas, komplementaritas, strategi teritorial, kesejarahan, dan logistik, Cak Imin unggul di 3 sisi, sedangkan Airlangga unggul di 2 sisi.
“Kalau menghitung faktor-faktor tadi peluang Cak Imin lebih besar. Tapi lima faktor itu bobotnya mungkin tidak sama, tergantung kepada pertimbangan Prabowo,” ucap Djayadi.
Ia meyakini akan ada kompensasi politik apabila salah satu atau justru keduanya, baik Airlangga maupun Cak Imin, tidak dipilih sebagai cawapres Prabowo. Kompensasi tersebut semisal berupa pembagian kursi kabinet.
“Bisa juga partai-partai [dengan] tawaran tertinggi yang diinginkan jadi capres atau cawapres, tapi bisa juga pilihannya tidak menjadi cawapres, lalu ada konsesi politik lain yang diberikan, misalnya pembagian kursi kabinet kalau menang atau konsesi politik lain yang mungkin mereka bisa sepakati,” tutup Djayadi.
Sumber: kumparan.com
Artikel Terkait
Pesan Perang Dunia I dalam Botol Ditemukan Setelah 100 Tahun di Pantai Australia
Proyek Whoosh Rugi Rp 2,6 Triliun! DPR Sebut Sunk Cost Fallacy Bikin Negara Tekor
Wafatnya Sri Susuhunan Paku Buwono XIII: Profil, Penyebab, dan Penerus Tahta Keraton Solo
OJK Pastikan Transformasi Keuangan Digital Perluas Inklusi, Cegah Kesenjangan