Modus dan Kronologi Kasus Pemerasan
Kasus ini berawal ketika seorang WNA Korea Selatan yang berprofesi sebagai animator ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Dalam perkembangan persidangan, Redy Zulkarnain bersama dua rekannya dan seorang pengacara yang diatur, diduga melakukan pemerasan terhadap tersangka WNA tersebut.
Modus yang digunakan melibatkan ahli bahasa dengan total nilai pemerasan diduga mencapai Rp2,4 miliar. Informasi mengenai rencana OTT KPK diduga bocor, sehingga Jamintel Kejagung terlebih dahulu melakukan sidang etik. Hasil sidang etik memerintahkan pengembalian uang pemerasan kepada korban, yang kemudian dilakukan.
Penangkapan dan Penyerahan Perkara
KPK akhirnya melanjutkan OTT pada Rabu, 17 Desember 2025. Dalam operasi tersebut, KPK berhasil menahan Redy Zulkarnain, dua orang pengacara, enam orang swasta, termasuk seorang ahli bahasa. Dua jaksa lain yang diduga terlibat berhasil kabur.
Kejaksaan Agung kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terhadap empat orang, termasuk Redy. Dengan dasar Sprindik tersebut, penanganan perkara secara resmi diserahkan dari KPK kepada Kejagung pada Kamis malam, 18 Desember 2025.
Kasus ini menyoroti praktik maladministrasi dan dugaan korupsi di dalam tubuh penegak hukum, serta kesenjangan yang mencolok antara kekayaan yang dilaporkan dengan tindak pidana yang diduga dilakukan.
Artikel Terkait
Jimly Asshiddiqie Sebut Hanya 3 Pihak yang Bisa Batalkan Perpol 10/2025: Polri, MA, dan Presiden
Mahfud MD: Kalau MK Rusak, Saya Dobrak dari Dalam - Pernyataan Tegas Eks Ketua
Kritik Didik Rachbini ke Wamen Stella: Solusi Atasi Ketidakadilan Kuota PTN vs PTS
Polisi Persilakan Roy Suryo Ajukan Praperadilan Kasus Ijazah Jokowi: Update Lengkap