"Saya mendukung Purbaya dalam hal ini. Jadi begini, ini masalahnya yang harus dicari secara hukum," tegas Mahfud.
Sejarah Proyek yang Dipaksakan
Mahfud mengungkapkan bahwa proyek Whoosh awalnya direncanakan sebagai kerja sama government to government (G2G) dengan Jepang dengan bunga hanya 0,1 persen. Namun tiba-tiba beralih menjadi business to business (B2B) dengan China dengan bunga 2 persen yang kemudian membengkak menjadi 3,4 persen.
Bahkan, Menhub Ignatius Jonan yang menyatakan proyek ini tidak viable justru dipecat dari jabatannya. Presiden Jokowi disebut mengakui bahwa pengalihan ke China adalah ide pribadinya.
Dampak dan Ancaman Kedaulatan
Mahfud memperingatkan potensi ancaman terhadap kedaulatan Indonesia jika gagal membayar utang, mengacu pada pengalaman Sri Lanka yang kehilangan pelabuhannya ke China. "Cina bisa meminta kompensasi menguasai Laut Natuna Utara dan membangun pangkalan di sana selama 80 tahun," ujarnya.
Panggilan untuk Penyelesaian Hukum
Mahfud menekankan pentingnya penyelesaian secara hukum, baik pidana maupun perdata. "Saya lebih cenderung selesaikan pidananya agar bangsa ini tidak terbiasa membiarkan orang bersalah," tegasnya.
Ia juga berharap Presiden Prabowo Subianto mendukung penegak hukum dalam menyelidiki dugaan mark-up proyek Whoosh, sekaligus mengapresiasi langkah awal pemerintahan baru dalam memberantas korupsi.
Artikel Terkait
Menkeu Sri Mulyani Tegas: Saya Hanya Bertanggung Jawab Langsung ke Presiden!
140 Petugas Lapas Dijatuhi Sanksi, Bakal Dikirim ke Nusakambangan untuk Pelatihan Khusus
Eks KSAU Dukung Penolakan Menkeu Bayar Utang Kereta Cepat, Warisan Proyek Jokowi Jadi Sorotan
KPK Buru Pejabat BPK Diduga Kongkalikong Audit di Kementerian