Selain itu, Hensat menambahkan, persoalan ekonomi juga muncul dari kondisi fiskal negara. Ia menilai, pemerintah saat ini dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah.
“Dan yang kedua selain tentang 17 8, ini kan fiskal kalau kita memang sedang tidak bagus. Dan dalam ilmu sederhananya, kalau fiskal nggak bagus, negara biasanya melaksanakan dua kebijakan aja: utang atau pungut pajak,” jelasnya.
Namun, kata Hensat, opsi pajak bisa menimbulkan resistensi yang kian besar dari masyarakat. Apalagi, Presiden Prabowo dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2026 yang dibacakan pada 15 Agustus lalu sempat menyinggung adanya kemungkinan pemotongan transfer anggaran pusat ke daerah hingga Rp250 triliun.
“Nah kalau pakai pajak ini sudah ada resistensi dari publik. Nggak mau penolakan di daerah makin besar," ungkap Founder Lembaga Survei Kedai KOPI itu.
Dengan situasi tersebut, ia mengingatkan bahwa para kepala daerah akan menghadapi tantangan besar.
“Jadi artinya kalau kepala daerah yang tidak kreatif, yang hanya mengandalkan pungutan, itu akan kesulitan nanti dia memimpin daerahnya,” tutup Hendri
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Mahfud MD Bongkar Fakta: Luhut Binsar Pandjaitan Tidak Terlibat Awal Proyek Kereta Cepat Whoosh?
KPK Selidiki Korupsi Whoosh: Proyek KCJB Busuk Sejak Awal, Biaya Membengkak 3x Lipat!
Dugaan Markup Proyek Whoosh Rp113 T: Benarkah Biayanya Berlipat Dibanding Kereta Cepat Arab Saudi?
Jokowi Buka Suara Soal Whoosh, Fokus Atasi Macet Tapi Diam Soal Isu Markup & Utang