GELORA.ME - Dugaan ijazah milik Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mengemuka. Kali ini, pakar telematika Roy Suryo ikut angkat bicara.
Eks Menpora era Presiden RI ke-6 itu mengungkapkan temuan yang menurutnya janggal.
Dia menyampaikan hal itu saat berbincang dengan Bambang Widjojanto dalam Podcast berjudul "Vice President Gibran's Bachelor's Degree Deemed Fake, Roy Suryo: IQ Just as Low, Did He Buy a Fa...".
Kata Roy, isu ijazah Gibran bukan hal baru. Menurutnya, dia sudah pernah menyinggungnya saat berkembang kasus yang disebutnya sebagai 'fufufafa'.
"Sebenarnya temuannya sudah lama. Waktu kita ngobrol tentang fufufafa, bahkan tahun lalu, saya sudah spill-spill sedikit bahwa sekolahnya (Gibran) nggak jelas," ungkap Roy Suryo, Senin 8 September 2025.
Namun, dia menyebut masalahnya semakin menjadi perhatian usai seorang warga bernama Subhan Palal mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dimana, gugatan tersebut telah terdaftar pada Agustus lalu dan mulai disidangkan pada hari ini, Senin 8 September 2025.
Aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), kata Roy, calon wakil presiden wajib memiliki ijazah setingkat SMA atau sederajat, seperti Madrasah Aliyah (MA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Namun, kata dia, Subhan menilai ada kejanggalan dalam hal ini.
"Kalau menurut Pak Subhan, nggak ada definisi luar negeri. Yang jelas, harus lulusan SMA atau sederajat," ujarnya.
Kemudian, kata dia, muncul perdebatan lantaran dalam biografi resmi Gibran disebut menempuh pendidikan di Orchard Secondary School di Singapura.
Roy pun mengatakan, ada saksi dan bukti yang menunjukkan bahwa Gibran justru bersekolah di Solo.
"Banyak yang bersaksi bahwa dia sebenarnya sempat sekolah di SMA Santo Yosef Solo. Bahkan ada akun-akun yang saya kumpulkan, mereka mengaku teman sekelasnya," terangnya.
Bahkan, Roy mengungkapkan Gibran pernah menyatakan sering makan steak di Solo saat masih SMA.
Menurut Roy, hal itu memperkuat dugaan bahwa Gibran memang menempuh pendidikan di Solo, bukan di Singapura seperti yang tertulis di biografinya.
Roy juga menyoroti adanya ketidaksesuaian kronologi perjalanan pendidikan Gibran. Sebab, berdasarkan informasi Gibran sempat menjalani dua kali jenjang SMA.
Pertama, menempuh pendidikan di SMA Santo Yosef Solo hingga kelas dua dan kemudian untuk mundur.
Kemudian, Gibran disebut pindah ke SMA Kristen di Solo selama dua tahun.
"Kalau tahunnya dicocokkan, itu nggak pas. Jadi, jadi tidak cocok di sini," ujarnya.
Selanjutnya, Gibran dikabarkan melanjutkan pendidikan ke MDIS (Management Development Institute of Singapore).
Namun, lanjutnya, ijazah yang ditunjukkan berasal dari University of Bradford di United Kingdom (UK) hingga memantik tanda tanya.
"Banyak lulusan MDIS asli yang bilang ijazahnya salah. Kalau Bradford asli, formatnya vertikal, seperti yang pernah ditunjukkan di Loji Gandrung. Tapi kalau dari MDIS, harusnya ada dua logo, MDIS dan Bradford," jelas Roy.
Roy mengatakan, bahwa klaim Gibran yang melanjutkan studi ke UTS (University of Technology Sydney) untuk S2 ternyata juga tidak sesuai fakta.
Menurutnya, yang ditempuh Gibran merupakan program persiapan atau semacam matrikulasi selama enam bulan. Dia menyebut tidak sampai lulus.
Roy pun berpendapat, publik memiliki hak untuk tahu kebenaran riwayat pendidikan wakil presidennya.
Dia pun mendesak Gibran menunjukkan ijazah yang dimaksud agar tidak ada lagi polemik.
"Ini kan pejabat publik, sudah saatnya dibuka untuk publik. Mau sekolah di Solo atau di Singapura yang jelas harus ditunjukkan mana yang benar," tuturnya.
Kemudian, Roy turut mempertanyakan keberadaan ijazah Orchard Secondary School yang selama ini tercatat dalam biografi Gibran.
"Mana ijazahnya Orchard? Nggak pernah ada yang secara fisik ditunjukkan," tukasnya.
Sebagai informasi, Sidang perdana gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan digelar hari ini, Senin 8 September 2025. di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus, sidang dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst akan berlangsung pukul 09.00 WIB di ruang Soebekti.
Penggugat dalam perkara ini adalah seorang warga sipil bernama Subhan Palal. Ia menuntut Gibran untuk membayar ganti rugi sebesar Rp125 triliun yang diminta disetorkan ke kas negara.
Alasan gugatan, menurut Subhan, berkaitan dengan riwayat pendidikan Gibran di tingkat SMA yang dinilai tidak sesuai dengan aturan pendidikan di Indonesia.
Jubir Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sunoto, menyampaikan terkait petitum gugatan dari Subhan.
Petitumnya, Gibran dan KPU secara tanggung renteng membayar ganti rugi material dan imaterial sejumlah Rp125 triliun kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia.
Subhan memohon agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya, menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta majelis hakim menyatakan bahwa status Gibran sebagai wapres 2024-2029 adalah tidak sah.
Bukan hanya itu, Subhan juga meminta majelis hakim untuk memerintah negara menjalankan putusan pengadilan meski termohon mengajukan langkah hukum banding maupun kasasi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Wakil Presiden maupun tim kuasa hukumnya terkait langkah yang akan ditempuh dalam menghadapi gugatan tersebut.***
Sumber: konteks
Artikel Terkait
Dito Ariotedjo Diberhentikan dari Jabatan Menpora, Siapa Gantinya?
Prabowo Copot Budi Gunawan, Pengganti Menkopolkam Masih Misterius
Dahnil Anzar Dilantik Jadi Wakil Menteri Haji dan Umrah
Ditanya Kena Reshuffle, Budi Arie: Kamu Bikin Isu Sendiri