Superior! 3 Kasus Yang Menyeret Riza Chalid, Tapi Selalu Lolos Jeratan Hukum, Kini Tersangka Korupsi Pertamina

- Jumat, 11 Juli 2025 | 22:45 WIB
Superior! 3 Kasus Yang Menyeret Riza Chalid, Tapi Selalu Lolos Jeratan Hukum, Kini Tersangka Korupsi Pertamina


Kasus "Papa minta saham" terus berlanjut ke Kejagung dengan Setya dan Maroef dimintai keterangan.


Sementara, Riza lolos begitu saja, meski Kejagung beberapa kali memanggilnya untuk dimintai keterangan.


Berhentinya Kasus Petral


Tak hanya "Papa minta saham", kasus mafia migas di Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) turut menyeret nama Riza Chalid.


Dalam kasus itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Direktur Utama Petral, Bambang Irianto, sebagai tersangka kasus suap terkait kasus Petral, pada 2019.


Bambang diduga menerima 2,9 juta dolar Amerika dari Kernel Oil, karena mengamankan jatah alokasi kargo perusahaan itu dalam tender pengadaan minyak mentah.


Proses tender yang berlangsung pada 2012, sudah dilakukan Bambang dan sejumlah pejabat Pertamina lainnya, tanpa mengacu ketentuan yang berlaku.


Dalam tender itu, sebuah perusahaan Emirates National Oil Company (ENOC), yang ternyata 'perusahaan bendera' untuk menyamarkan Kernel Oil yang tak masuk daftar.


Sayangnya, kasus ini mandek pada pertengahan 2025.


Sebagai informasi, perusahaan Riza, Global Energy Resources, sebelumnya merupakan pemasok utama minyak ke Petral.


Riza disebut-sebut menguasai hampir sebagian besar impor minyak mentah.


Petral, yang berbasis di Singapura, telah dibubarkan Jokowi pada 2015.


Kasus Zatapi


Nama Riza Chalid juga muncul dalam kasus impor minyak Zatapi oleh Petral, pada 2008.


Kasus ini ditangani oleh Mabes Polri. Empat pejabat Pertamina ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu VP Bagian Perencanaan dan Pengadaan, Chrisna Damayanto; Manajer Pengadaan, Kairudin; Manajer Perencanaan, Rinaldi; Staf Perencanaan Operasi, Suroso Armomartoyo; serta SN yang merupakan Direktur Utama Gold Manor.


Dalam kasus ini, ada indikasi minyak Zatapi yang diimpor Petral, lebih mahal sekitar 11,7 dolar Amerika per barel, dibandingkan harga minyak dengan level yang sama.


Tetapi, pada 2010, Polri memutuskan menghentikan penyidikan sebab tidak ditemukan kerugian negara berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


"Sudah SP3 atau dihentikan penyidikannya," ujar Ito Soemardi yang saat itu menjabat sebagai Kabareskrim Polri, Rabu (24/2/2010).


Sumber: Tribun

Halaman:

Komentar