Kapolri Minta Dievaluasi? Tapi Siapa Yang Berani Evaluasi Jokowi?

- Sabtu, 05 Juli 2025 | 16:15 WIB
Kapolri Minta Dievaluasi? Tapi Siapa Yang Berani Evaluasi Jokowi?

GELORA.ME - Kita hidup di zaman ketika seseorang yang paling berkuasa pun bisa melenggang tanpa bisa disentuh oleh hukum—bahkan sekadar pertanyaan pun terasa haram. 


Maka ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berkata, “Kami selalu minta dan membuka ruang untuk dikoreksi dan dievaluasi,” kita bertanya: benarkah?


Pernyataan itu diucapkan di tengah pagelaran wayang kulit, dalam rangka Hari Bhayangkara ke-79. 


Ia tak sedang berdiri di ruang penyidikan atau forum ilmiah, melainkan dalam panggung budaya yang sarat simbol. 


Tapi kita tak bisa lagi mengandalkan simbol ketika kenyataan begitu bising dengan ironi.


Lalu, bagaimana kita harus menafsirkan “kerendahan hati” seorang Kapolri yang membuka diri pada kritik, sementara lembaganya justru seolah jadi tembok besar untuk melindungi satu sosok yang tak pernah mau disoal: Presiden Joko Widodo.


Kita ingat kasus ijazah palsu Jokowi. Isu yang sempat bergema nasional, memicu diskusi, gugatan hukum, hingga sorotan media internasional. 


Tapi, alih-alih dibuka dan diselidiki secara profesional dan netral, perkara ini justru seperti ditelan oleh lubang hitam negara. 


Pengadilan menolaknya secara administratif, bukan substantif. Polisi? Bungkam. Mabes? Dingin. Penyidik? Menghilang.


Dan di titik ini, rakyat melihat sesuatu yang lebih dari sekadar kinerja buruk: mereka melihat ketakutan. Atau, lebih buruk lagi—mereka melihat keberpihakan.


Bagaimana mungkin sebuah lembaga penegak hukum yang katanya terbuka pada kritik, justru terlihat menutup mata pada satu kritik paling mendasar: kemungkinan pemalsuan identitas pendidikan kepala negara? 


Bukan semata soal hukum, tapi soal etika, kejujuran, dan integritas. 

Halaman:

Komentar