Jokowi dan Dedi Mulyadi Sangat Dipuja Masyarakat, Pengamat: Mereka Pandai Main Drama!

- Minggu, 11 Mei 2025 | 15:45 WIB
Jokowi dan Dedi Mulyadi Sangat Dipuja Masyarakat, Pengamat: Mereka Pandai Main Drama!




GELORA.ME - Saat ini ada dua tokoh yang menonjol, hingga sangat dicintai masyarakat.


Kedua tokoh itu adalah Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.


Jokowi meski sudah pensiun, sebagian rakyat Indonesia masih suka, bahkan ada yang rela antre di depan rumahnya untuk sekadar foto atau berbincang santai.


Sedangkan Dedi Mulyadi sekarang telah menjadi meteor untuk tingkat kepala daerah.


Popularitas Dedi Mulyadi melampaui pejabat negara lain.


Terutama warga Jawa Barat sangat mengelu-elukannya hingga muncul wacana Capres 2029.


Tentu publik bertanya, kenapa kedua tokoh itu sangat dipuja? 


Apakah benar keduanya adalah pemimpin yang hebat, sehingga layak dipuja?


Analis komunikasi politik Hendri Satrio mengungkapkan Jokowi dan Dedi Mulyadi mempunyai kemampuan mengemas pesan politik dengan cara yang dekat dengan masyarakat, membuat mereka mudah diterima dan disukai. 


Menurut dia, keduanya mempunyai gaya komunikasi yang santai hingga pendekatan populis yang dekat dengan masyarakat.


Mereka berhasil membangun kedekatan emosional dengan publik. 


“Kesamaan Jokowi dan Dedi Mulyadi adalah satu, memanfaatkan kesenangan atau hobinya sebagian masyarakat Indonesia, yaitu nonton drama dan sandiwara,” ujarnya.


Menurut dia, Jokowi dan Dedi Mulyadi dapat memanfaatkan drama hingga pendekatan kebijakan yang cenderung populis.


Mereka piawai memainkan seni bercerita, dalam arti cerita-cerita yang mereka sajikan, baik melalui pidato hingga konten di media sosial. 


Dan selalu mempunyai daya tarik yang membuat publik terpikat.


“Sinetron, drama, sandiwara ini dimanfaatkan betul. Jadi selalu ada story telling yang disampaikan oleh Jokowi dan Dedi Mulyadi,” ujarnya.


Dia menilai keduanya juga dikenal sebagai figur yang mengedepankan populisme. 


Dia berpendapat, aksi dan gestur Jokowi dan Dedi di hadapan publik seperti sudah dirancang untuk menyasar masyarakat kecil.


Dia melihat keduanya kerap tampil lebih santai sehingga menjadi pembeda dari pendahulu-pendahulunya yang cenderung kaku dan birokratis.


Selain itu, mereka banyak melakukan perbedaan-perbedaan dengan pejabat sebelumnya. Dari segi penampilan hingga gaya komunikasi.


“Diuntungkan karena pejabat sebelumnya yang lebih birokratis, lebih kaku, ini lebih santai," ujarnya.


Selain itu, kata dia, Jokowi dan Dedi mengutamakan kedekatan yang nyata dengan rakyat ketimbang proyek-proyek abstrak. 


Program-program seperti infrastruktur yang dibangun oleh Jokowi atau pemberdayaan desa yang dilakukan Dedi terlihat lebih memiliki efek yang langsung dirasakan ke masyarakat.


Meskipun begitu, kata Hensa, gaya kepemimpinan seperti ini bukannya tanpa kritik.


Dia menilai, pendekatan populis rawan mengesampingkan visi jangka panjang, atau narasi drama yang berlebihan bisa mengaburkan substansi. 


Namun, tak bisa dihindari, formula yang dijalankan Jokowi dan Dedi Mulyadi terbukti efektif menjaga dukungan publik.


“Dan kemampuan mereka untuk tetap “nyambung” dengan rakyat menjadi pelajaran tersendiri," tambahnya.


Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi dari Dua Sisi, Berpotensi Jadi Jokowi Jilid 2?




GELORA.ME - Kepemimpinan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi atau akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang sering turun ke bawah menemui masyarakat menuai pro dan kontra. 


Apalagi dengan sejumlah kebijakannya yang diambil ketika sudah menjabat.


Menanggapi hal itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, coba melihat dari dua sudut pandang tersebut. 


Pertama dari sisi pro, menurut dia, KDM dinilai pemimpin yang merakyat karena selalu ada di tengah rakyat.


Dari sudut pandang masyarakat yang pro terhadap Dedi, masyarakat menganggap pemimpin dapat mengetahui persoalan masyarakat. 


Dengan begitu, pemimpin diharapkan dapat mengambil kebijakan yang pas untuk mengatasi persoalan masyarakat.


"Bagi kelompok ini, pemimpin yang baik adalah yang mampu mengambil keputusan yang cepat. Hal ini mereka temukan pada sosok KDM yang mengambil kebijakan saat di lapangan. KDM dinilai mampu mendengarkan aspirasi masyarakat dan langsung mengambil keputusan di tempat," kata Jamiluddin, Selasa (6/5/2025).


Namun, pola kerja Dedi ini dinilai mirip dengan gaya kepemimpinan Joko Widodo atau Jokowi di saat kampanye atau di awal-awal dirinya menjabat sebagai Presiden RI.


"Pola kerja seperti itulah yang ditunjukkan Jokowi di awal menjadi Presiden. Awalnya mendapat respons yang baik, tapi belakangan sebagian menilai pola kerja demikian hanya pencitraan," ujarnya.


Kemudian dari sudut pandang yang kontra terhadap kebijakan Dedi Mulyadi, menurut Jamiluddin, Dedi yang banyak turun ke bawah dan mengambil kebijakan di tempat, dinilai punya sisi negatif. Kebijakan yang diambil atas dasar berpikir parsial.


Padahal, menurutnya, suatu kebijakan diambil perlu didasari berpikir komprehensif. Dengan begitu, masalah diatasi bukan untuk jangka pendek, tapi untuk jangka panjang.


"Dari sudut pandang ini, pemimpin yang mengambil kebijakan dengan berpikir parsial, kerap untuk mengatasi persoalan sesaat. Keputusan seperti ini memang dapat memuaskan masyarakat dalam jangka pendek," ujarnya.


Namun keputusan seperti itu, menurutnya, untuk jangka panjang bisa jadi justru akan menambah masalah. 


Hal inilah yang awalnya masyarakat menyukai sang pemimpin, namun dalam jangka panjang bisa jadi akan dihujat.


"Hal seperti ini juga terlihat pada kasus Jokowi ketika jadi presiden. Awalnya dipuja-puja, belakangan justru banyak yang menghujatnya," katanya.


Untuk itu, Dedi dinilai lebih banyak mengambil kebijakan populis, tanpa kajian mendalam, dan itu dimaksudkan untuk mengatasi masalah jangka pendek.


"Pola kerja seperti itu disebar ke medsos. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat menilai KDM hanya pencitraan. Kebijakan populis memang kerap diidentikkan dengan pencitraan. Hal ini menguatkan kesan dari kelompok masyarakat ini kerja turun ke bawah merupakan bagian dari strategi KDM untuk pencitraan diri," katanya.


"Mana yang benar dari penilaian itu, biarlah waktu yang menjawabnya," sambungnya.


Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, jika kebijakannya yang akan mengirim pelajar bermasalah ke Barak TNI untuk dibina telah disetujui rakyat Jawa Barat. 


Menurutnya, yang kini menentang kebijakannya tersebut hanya lah para elit saja.


Ia menegaskan, hal itu sambil menjelaskan jika kebijakannya tersebut sadari memanf harus berkoordinasi dengan kementerian terkait.


"Ya begini, ini kan kita kalau kooridnasi kan tentu kementerian pendidikan nasional sudah melihat langkah-langkah yang dilakukan di Jabar. Kenapa, coba gij deh, ukurannya kebijakan ini, sangat disetujui oleh orang tua. Dicek di media sosial siapa yang paling mendukung kebijakan saya, rakyat Jabar," kata Dedi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).


Ia mengatakan, kebijakannya tersebut yang banyak menentang hanya para elit.


"Siapa yang menentang, para elit," katanya.


Ia pun mempertanyakan apakah para elit tersebut ikut mengurusi perilaku pelajar yang bermasalah seperti melakukan aksi tawuran dan semacamnya.


Politisi Gerindra tersebut menegaskan, jika elit yang menentang hanya bisa mengomentari kebijakannya saja.


"Pertanyaannya, elit-elit ini ngurusin nggak yang tawuran tiap hari. Elit-elit ini ngurusin enggak itu anak-anak yang di kolong jembatan tidurnya tiap hari. Kan enggak ada yang ngurusin. Cuma komentar aja biasanya," pungkasnya.


Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengumumkan rencana kontroversial namun inovatif untuk mengatasi permasalahan siswa bermasalah di wilayahnya. 


Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menggulirkan program pendidikan karakter yang akan menempatkan siswa-siswa yang dianggap bermasalah di barak militer mulai 2 Mei 2025.


Program ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang lebih disiplin dan bertanggung jawab, serta menjauhkan mereka dari pergaulan bebas dan tindakan kriminal.


Gubernur Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program ini akan dijalankan secara bertahap di beberapa wilayah di Jawa Barat yang dianggap memiliki tingkat kerawanan tinggi, bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).


"Tidak harus langsung di 27 kabupaten/kota. Kita mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu, lalu bertahap," ujar Dedi dalam keterangan resminya di Bandung pada Minggu (27/4/2025).


Menurut rencana, siswa-siswa yang terpilih akan mengikuti program pendidikan karakter di sekitar 30 hingga 40 barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI. 


Peserta program akan dipilih berdasarkan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua siswa, dengan prioritas pada siswa yang dinilai sulit dibina di lingkungan sekolah atau terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas maupun tindakan kriminal.


Program pembinaan di barak militer ini akan berlangsung selama enam bulan untuk setiap siswa.


"Selama enam bulan, siswa akan dibina secara intensif di barak dan tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya," jelas Dedi. 


Program ini dirancang untuk memberikan pengalaman hidup yang berbeda bagi para siswa, dengan penekanan pada disiplin, tanggung jawab, dan pembentukan karakter yang kuat.


Pembiayaan program pendidikan karakter ini akan dilakukan melalui kolaborasi antara Pemprov Jabar dan pemerintah kabupaten/kota yang terlibat. 


Dengan melibatkan pemerintah daerah, diharapkan program ini dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan.


Selain fokus pada pembinaan siswa bermasalah, Gubernur Dedi Mulyadi juga memberikan perhatian khusus pada kesejahteraan dan kualitas guru di Jawa Barat. 


Beliau menekankan pentingnya proses rekrutmen guru yang transparan dan profesional.


"Ke depan, guru di Jabar harus memiliki karakteristik yang terstandar serta mengikuti pelatihan karakter," tutur Dedi. 


Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa guru-guru di Jawa Barat memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi dalam mendidik generasi muda.


Sumber: Tribun

Komentar