Namun, undang-undang tetap berlaku.
Akhirnya, RUU KPK tetap menjadi UU sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebab, UU yang telah disetujui bersama (DPR dan pemerintah) dan tidak ditandatangani presiden dalam waktu 30 hari secara otomatis berlaku sebagai UU dan wajib diundangkan dalam lembaran negara sesuai Pasal 20 ayat (5) UUD Tahun 1945.
“Tolong dilihat itu dicek ada beritanya semua. Sampai setelah diundangkan saya juga akhirnya tidak tanda tangan. Tapi kan aturannya setelah 30 hari bisa berlaku,” ujarnya.
Dia meminta untuk menelusuri awal mula RUU KPK diajukan hingga menjadi UU KPK hasil revisi.
“Coba dilihat tahun 2015 ada inisiatif dari DPR untuk memasukkan RUU KPK ke Prolegnas. Saat itu terjadi ketidaksepakatan antara DPR dan pemerintah sehingga tidak jadi. 2016-2018 ada upaya melakukan pembahasan itu tapi tidak terjadi. Baru tahun 2019 masuk prolegnas karena semua fraksi di DPR setuju,” terangnya.
Namun ia mengakui bahwa saat RUU KPK diusulkan, ia menandatangani Surat Presiden Usulan Revisi UU KPK.
Ia menandatangani surat ini mempertimbangkan semua fraksi yang setuju diusulkannya revisi UU ini.
“Pada akhirnya dibahas dan digedok di rapat paripurna. Semua atas inisiatif DPR. Surpresnya itu kalau semua fraksi setuju presiden kalau tidak musuhan dengan semua fraksi. Tapi bukan dari sini. Bukan saya mengejar-ngejar,” jelasnya
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
KPK Dituding Ngawur Usut Korupsi Whoosh, MAKI: Hanya Tunggu Laporan dan Cari Enaknya!
Ketua KPU Sewa Private Jet Rp 90 Miliar, Terungkap Perjalanan Mewah ke Bali dan Kalsel
Siapa Paling Diuntungkan dari Kereta Whoosh? Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Kereta Cepat Indonesia!
Mahfud MD Sindir KPK Soal Laporan Mark Up Whoosh: Banyak Laporan Diabaikan, Kenapa yang Ini Malah Disuruh Lapor?