Dia menjelaskan, Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan juga telah melakukan serangkaian proses hukum, memprotes kebijakan KPU RI yang terkesan mendiskreditkan keterlibatan perempuan dalam pemilu.
Sebabnya, dia menilai Peraturan KPU (PKPU) 10/2023 mengatur metode penghitungan 30 persen keterwakilan caleg perempuan adalah pembulatan ke bawah dan bukan ke atas. Sehingga, faktanya banyak bakal caleg perempuan yang gagal masuk DCT.
"KPU periode ini mestinya kan lebih mudah untuk mendorong partai politik memenuhi 30 persen itu. Tapi ternyata ada penurunan spirit komitmen keterwakilan 30 persen di KPU-nya," ucapnya.
Lebih lanjut, Wahidah mengungkit kebijakan pimpinan-pimpinan KPU di periode sebelumnya, yang ternyata cenderung mendukung keterwakilan perempuan sebagai caleg karena menerapkan metode pembulatan ke atas.
"Telah 20 tahun berlaku ya, dan dulu itu kalimatnya 'memerhatikan' (keterwakilan perempuan dalam UU 12/2003 tentang Pemilu). Sekarang (UU 7/2017 tentang Pemilu) kalimatnya 'memuat', berarti lebih kuat," demikian Wahidah menambahkan.
Sumber: RMOL
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Wakil Wali Kota Bandung Erwin Bantah OTT Kejaksaan: Ini Faktanya
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Tetap Jadi Anggota Dewan
Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ditangkap Kejari: Ini Fakta dan Kronologi Lengkapnya
Misteri Gibran Absen di Pemusnahan Narkoba 214 Ton, Warganet Heboh: Lagi Mancing?