Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu memaparkan, corak pemerintahan negara otoriter sengaja mempersempit ruang aspirasi publik agar tidak diketahui kesalahan-kesalahannya.
"Mereka tidak ingin kebobrokannya tersebar luas. Kebohongan-kebohongan itu harus terus menerus ditutupi," tuturnya menyinggung.
Melihat kekinian, Bivitri merasakan ruang aspirasi publik semakin menyempit. Karena dia mengamati, mempolisikan pengkritik bukan hanya terjadi di kasus RG, tetapi juga aktivis lain seperti Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, hingga Haris Azhar.
"Kita warga nyaris tidak punya ruang lagi untuk bersuara," demikian Bivitri menambahkan.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Yaqut Cholil Qoumas Diperiksa KPK Lagi: Fakta Kasus Korupsi Kuota Haji 2024
Kritik Prabowo Soal Wisata Bencana: Sinyal Tegas Konsolidasi Kabinet dan Komunikasi Pemerintah
Said Didu Peringatkan Prabowo Soal Kudeta Sunyi, Soroti Tindakan Kapolri Listyo Sigit
Presiden Prabowo Larang Pejabat Hanya Foto-foto di Lokasi Bencana, Tegur Keras Pencitraan