Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu memaparkan, corak pemerintahan negara otoriter sengaja mempersempit ruang aspirasi publik agar tidak diketahui kesalahan-kesalahannya.
"Mereka tidak ingin kebobrokannya tersebar luas. Kebohongan-kebohongan itu harus terus menerus ditutupi," tuturnya menyinggung.
Melihat kekinian, Bivitri merasakan ruang aspirasi publik semakin menyempit. Karena dia mengamati, mempolisikan pengkritik bukan hanya terjadi di kasus RG, tetapi juga aktivis lain seperti Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, hingga Haris Azhar.
"Kita warga nyaris tidak punya ruang lagi untuk bersuara," demikian Bivitri menambahkan.
Sumber: RMOL
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Dituding Cari Muka ke Prabowo
KPK Diminta Usut Tuntas Kasus Whoosh, Libatkan Mantan Pejakat
Rismon Sianipar Klaim Prabowo Tahu Soal Ijazah Gibran: Fakta dan Perkembangan Terbaru
Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh: DPR Dukung KPK Usut Tuntas