Investor Beralih ke Saham Defensif, UNVR Melonjak 30% dalam Seminggu
Pasar modal Indonesia menunjukkan pergeseran signifikan dalam beberapa pekan terakhir, di mana investor mulai mengalihkan dananya ke saham-saham defensif. Sektor barang konsumsi dan ritel menjadi primadona baru, menggantikan sektor-sektor yang sebelumnya lebih diminati.
Kinerja Gemilang Saham UNVR dan Emiten Defensif Lainnya
PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menjadi salah satu saham yang paling mencolok kinerjanya. Hingga jeda sesi I perdagangan Jumat, 24 Oktober 2025, harga saham UNVR meroket 10,62 persen ke level Rp 2.500 per saham. Kenaikan ini melanjutkan tren bullish yang telah berlangsung sepanjang pekan, dengan akumulasi kenaikan mingguan mencapai 31,58 persen.
Penguatan ini didukung oleh fundamental perusahaan yang membaik. Laporan Keuangan Interim UNVR hingga kuartal III-2025 menunjukkan pertumbuhan kinerja yang positif, baik dari sisi volume maupun value. Perusahaan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,2 triliun, yang melonjak 117 persen secara tahunan dan 28,5 persen secara kuartalan.
Di sisi pendapatan, penjualan bersih UNVR tercatat senilai Rp 9,4 triliun pada kuartal yang sama. Angka ini tumbuh 12,4 persen dibandingkan periode sebelumnya tahun lalu dan 7,7 persen dibandingkan kuartal II-2025, dengan penjualan domestik sebagai penyumbang utama yang tumbuh 12,7 persen.
Tak hanya UNVR, emiten defensif lain juga menunjukkan kinerja positif. Saham PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) menguat 5,42 persen dalam sepekan, sementara saham rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) bahkan melesat lebih tinggi dengan kenaikan 15,56 persen pada periode yang sama.
Analisis Pakar: Aliran Dana Beralih ke Sektor Defensif
Pengamat pasar modal, Michael Yeoh, mengonfirmasi tren peralihan aliran dana ini. Menurutnya, "Saat ini, masih ada peralihan arus dana (flow) ke saham-saham defensif terutama yang berhubungan dengan retail sector."
Michael menambahkan bahwa sejumlah emiten menjadi incaran investor di tengah tren ini, antara lain AMRT, ERAA, HMSP, dan UNVR. Ia menjelaskan lebih lanjut, "Sektor consumer goods dan retailers ini menarik menyusul low base effect koreksi selama dua tahun karena daya beli dan inflasi yang menurun."
Artikel Terkait
Mandatori E10 2027: Indonesia Siap Ganti Bensin Biasa dengan Bioetanol untuk Tekan Impor
Chandra Asri (TPIA) Akuisisi SPBU ExxonMobil di Singapura, Ini Strategi Besarnya
Coretax Cetak Skor Keamanan 95+, Diklaim Hampir Mustahil Bocor Lagi
Rupiah Melonjak ke Rp 16.602, Ini 3 Pemicu Utamanya: Pertemuan Trump-Xi hingga Data BI