PIP Aspirasi: Analisis Kritis atas Politisasi Program Indonesia Pintar
Oleh: Engkos Kosasih
Program Indonesia Pintar (PIP) adalah pilar fundamental negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemerintah berupaya memutus rantai kemiskinan dengan menjamin akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Keberhasilan program ini bergantung pada keadilan alokasi dan ketepatan sasaran.
Mekanisme PIP Aspirasi: Legal Tapi Problematic
Di tengah urgensi tersebut, muncul mekanisme PIP Aspirasi, yaitu jalur pengusulan penerima manfaat yang berasal dari anggota legislatif (DPR/DPD). Meski legal secara formal, mekanisme ini menciptakan paradoks: program kesejahteraan murni yang berpotensi "dibajak" oleh kepentingan elektoral.
Konflik Peran dan Pelanggaran Prinsip Check and Balance
Masalah inti dari PIP Aspirasi terletak pada konflik peran yang melanggar prinsip trias politica. Anggota DPR, khususnya di Komisi X yang memiliki fungsi pengawasan, justru beralih peran menjadi pelaksana program dengan menentukan daftar penerima di daerah pemilihan (Dapil) mereka. Pergeseran ini merusak mekanisme check and balance, karena pengawas berubah menjadi pelaku, sehingga meminimalkan akuntabilitas dan membuka ruang manipulasi.
Potensi Vote Buying dan Penyalahgunaan Wewenang
Praktik PIP Aspirasi berisiko tinggi terhadap dua pelanggaran etika politik:
Artikel Terkait
Ferdy Sambo Pimpin Doa di Lapas Cibinong: Khotbah Viral Soal Kebebasan Spiritual
DPR Desak Status Bencana Nasional untuk Nias, Ancaman Pemisahan Mengintai
Viral! Rumor Kemiripan Lily Anak Angkat Raffi Ahmad dengan Bobby Nasution & Clara Wirianda
Penembakan Bondi Sydney: Rabbi Eli Schlanger Tewas dalam Serangan Teroris Saat Hanukkah