Genosida Rwanda Terulang di Sudan?
Sheldon Yett, perwakilan UNICEF untuk Sudan, menggambarkan pemandangan di El Fasher sebagai "ladang pembantaian". Dengan pengalamannya di Rwanda selama genosida 1994, Yett menyatakan kekhawatiran serius: "Jenis pembantaian yang kita saksikan dan rasa bangga yang dimiliki [para pelaku] dalam membunuh orang-orang tak bersalah [di El Fasher] itulah yang membuat saya takut."
Laboratorium Penelitian Kemanusiaan Yale (HRL) dalam laporannya tanggal 28 Oktober menyatakan ada bukti jelas bahwa RSF membunuh orang-orang secara massal saat mereka mencoba melarikan diri.
Kegagalan Komunitas Internasional
Meskipun ada kecaman dari PBB, AS, dan Uni Eropa, para analis menilai komunitas internasional gagal mengambil tindakan nyata. Hamid Khalafallah, pakar Sudan dari Universitas Manchester, menyatakan: "Ini adalah kasus penolakan dan pengkhianatan oleh komunitas internasional... Mereka tidak mencoba melakukan sesuatu yang serius terkait perlindungan warga sipil."
Jean-Baptiste Gallopin dari Human Rights Watch menekankan bahwa impunitas yang berkepanjangan membuat RSF nyaman merekam kejahatan mereka sendiri. Para diplomat dianggap terlalu fokus pada gencatan senjata sehingga mengesampingkan langkah-langkah perlindungan warga sipil.
Krisis kemanusiaan di El Fasher semakin parah dengan terputusnya akses bantuan. UNICEF kehilangan kontak dengan banyak relawan lokal, termasuk staf yang mengelola dapur umum yang vital untuk memerangi kelaparan di Sudan.
Artikel Terkait
Presiden Prabowo Ungkap Oknum TNI-Polri Terlibat Penyelundupan Timah Bangka
Kritik Pedas Pernyataan Prabowo Soal Bencana: Nyawa Rakyat Bukan Cuma Statistik
Prabowo Ungkap Nama Pejabat TNI-Polri Dalang Ilegal Logging Penyebab Banjir Bandang Sumatra
Mardiansyah Semar Sebut Kasus Ijazah Jokowi Orkestrasi Politik Pasca Pilpres 2024