Proyek Ambisius Jokowi: Warisan yang Dipertanyakan atau Langkah Visioner?

- Sabtu, 18 Oktober 2025 | 17:25 WIB
Proyek Ambisius Jokowi: Warisan yang Dipertanyakan atau Langkah Visioner?

Pelajaran Mahal Kereta Cepat: Pembangunan Tanpa Logika Fiskal Hanyalah Pencitraan

Sejarah kelak akan mencatat era pembangunan infrastruktur besar-besaran di Indonesia dengan satu pelajaran utama: proyek tanpa dasar fiskal yang sehat hanyalah pencitraan yang menyamar sebagai kemajuan. Dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga LRT Palembang dan LRT Kelapa Gading, warisan kebijakan infrastruktur kini menunjukkan wajah sebenarnya: ambisi yang melampaui nalar dan utang yang membebani negara.

Kebijakan Fiskal Tegas: APBN Ditolak untuk Bayar Utang Kereta Cepat

Langkah tegas Menteri Purbaya menolak penggunaan APBN untuk membayar utang proyek kereta cepat menjadi penanda penting. Sikap ini bukan hanya tentang menjaga kesehatan neraca keuangan negara, tetapi juga upaya mengembalikan arah pembangunan pada rel akal sehat. Kebijakan ini selaras dengan pandangan Presiden Prabowo Subianto yang sejak lama menekankan bahwa pembangunan harus berdasar pada kebutuhan riil rakyat, bukan sekadar proyek untuk pencitraan.

Analisis Proyek Kereta Cepat: Ambisi Politik vs Rasionalitas Ekonomi

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dinilai banyak kalangan lahir bukan dari rasionalitas ekonomi, melainkan dari hasrat pencitraan politik. Janji awal bahwa proyek ini tidak akan memakai satu rupiah pun dari APBN terbukti meleset. Biaya membengkak drastis dari perkiraan semula, dan proyek ini justru berpotensi menjadi beban fiskal negara yang serius.

Ekonom senior seperti Rizal Ramli dan Faisal Basri telah mengingatkan sejak awal bahwa proyek ini tidak memiliki basis kelayakan ekonomi yang kuat. "Itu proyek prestige, bukan kebutuhan," tegas Rizal Ramli. Sementara Faisal Basri menyatakan dengan lebih keras, "Biayanya tak akan balik modal bahkan hingga kiamat."

Kritik Internal dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

Kritik terhadap proyek kereta cepat Indonesia bahkan datang dari dalam internal kabinet sendiri. Ignasius Jonan, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan, memilih absen dalam acara groundbreaking proyek, sebuah sikap diam yang berbicara sangat keras tentang ketidaksetujuannya terhadap kelayakan proyek.

Halaman:

Komentar