Dhenida Chairunnisa, yang akrab disapa Diny, lahir di Gorontalo Utara pada 2 April 2002. Ia adalah anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan pengusaha sukses, Roni Patinasarani dan Shanti Shera. Wanita berdarah Bugis ini tumbuh besar di Kwandang dan menempuh pendidikan yang mentereng. Jejak pendidikannya dimulai dari SD Negeri 1 Moluo dan SMP Negeri 1 Kwandang, kemudian ia melanjutkan studi ke SMA Islam Athirah Makassar, dan saat ini tercatat sebagai mahasiswi Jurusan Hukum di Universitas Padjadjaran, Bandung.
Prestasi dan Perjalanan Karir Politik
Sebelum terjun ke dunia politik, Diny telah menunjukkan bakat dan prestasi gemilang. Ia pernah menjuarai lomba pidato tingkat provinsi pada 2013-2014 dan menjadi satu-satunya perwakilan Gorontalo Utara di tingkat nasional. Kemampuan berbicaranya di depan publik inilah yang kemudian mengantarkannya dipercaya menjabat sebagai Bendahara Garda Pemuda NasDem Gorontalo Utara.
Motivasi Turun ke Dunia Politik
Motivasinya terjun ke politik berakar dari kepedulian sosial yang mendalam. Diny pernah bercerita tentang sebuah momen yang mengubah pandangannya. Rasa penasarannya terhadap seorang teman sekolah yang selalu datang terlambat membawanya berkunjung ke rumah temannya di Desa Masuru. Di sana, ia menyaksikan sendiri betapa sulitnya akses jalan dan jembatan yang rusak parah, yang memaksa temannya berjalan kaki jauh setiap hari. "Makanya waktu itu langsung muncul cita-cita ingin memperbaiki," ungkapnya.
Kepeduliannya semakin terasah saat ia menemukan seorang ibu yang terpaksa memberikan air gula keruh kepada bayinya karena tidak mampu membeli susu. Pengalaman-pengalaman pahit inilah yang membulatkan tekadnya untuk menjadi wakil rakyat. Bahkan, ia rela menolak tawaran menggiurkan dari orang tuanya untuk berkuliah di luar negeri, seperti di Turki, demi mengabdi di kampung halamannya.
Paradoks Seorang Pemimpin Muda
Kini, di usianya yang masih sangat muda, Dhenida Chairunnisa telah berhasil menduduki posisi strategis sebagai Ketua Komisi III DPRD Gorut. Namun, perjalanannya diwarnai oleh paradoks. Di satu sisi, ia memiliki rekam jejak kepedulian sosial yang kuat. Di sisi lain, sikapnya yang viral saat menghadapi kritik publik menimbulkan pertanyaan besar tentang kematangan dan empatinya sebagai seorang pemimpin.
Artikel Terkait
Santri Ngesot & Kiai Terima Amplop Tuai Kecaman, Dinilai Melecehkan Tradisi Islam
Tagih Jokowi! Bom Waktu Utang Whoosh Rp 118 T, Negara Rugi Triliunan
Prabowo Cabut PIK 2 dari PSN, Pengamat: Sinyal Penataan Ulang Proyek Strategis
Suami Syok! Fakta Mengerikan Pembunuhan Anti Puspita Sari, Ibu Hamil Tewas Usai Check-in Hotel dengan Pria Lain