Solusi Indonesia Hanya Dua: 'Makzulkan Gibran dan Adili Jokowi!'
Oleh: Sholihin MS
Pemerhati Sosial dan Politik
PARA bajingan penjahat dan pengkhianat bangsa dan negara di bawah komando Jokowi terus bermain dan berusaha membajak persoalan bangsa dan negara yang tengah ditangani Prabowo.
Upaya pembajakan ini dilakukan secara massif, baik melalui “penyanderaan” kepada para pemegang kewenangan, jebakan penyalahgunaan kekuasaan, jebakan korupsi, konspirasi melawan kekuasaan yang sah, membuat kebijakan sendiri tanpa persetujuan atasan, dan upaya pendongkelan presiden melalui upaya kudeta senyap dan mendesain kerusuhan.
Jika kejahatan itu dilakukan oleh warga biasa di luar Geng Solo, sudah masuk kategori kejahatan berat yang terancam hukuman mati, penjara seumur hidup, atau minimal penjara 20 tahun.
Selain tindakan makar terhadap kepemimpinan yang sah, kejahatan Jokowi dan Genk juga berupa dalang pembunuhan (pembantaian), kecurangan, penipuan, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan golongannya saja.
Jika Indinesia adalah negara normal yang menjunjung tinggi hukum, keadilan, kemanusiaan, moral dan etika, manusia bejat semacam Jokowi dan genknya sudah pasti telah diproses hukum, bahkan sebenarnya tidak layak hidup di Indonesia.
Tapi sayangnya, Indonesia sebagai negara hukum dan menjunjung tinggi moral yang dibangun oleh para pendiri bangsa saat ini sudah runtuh, yang ada saat ini adalah Indonesia yang dikuasai para bajingan berdasi dan pengkhianat bangsa dan negara.
Dengan segala daya dan upaya mereka terus ingin mengatur negara.
Mereka tidak peduli lagi dengan aturan hukum, nilai-nilai kebenaran, apalagi cuma moral dan etika.
Walaupun rakyat telah dohancurkan, mereka tidak peduli, yang penting pepentingan diri dan keluarganya bisa terlaksana.
Wajah culun yang telah berubah jadi wajah pucat ternyata memiliki daya hancur yang luar biasa.
Dengan kekuatan keuangan yang luar biasa hasil merampok uang rakyat dan negara, saat ini digunakan untuk mendanai para bandit yang terus diternak untuk melindungi dan menjadi tameng atas segala kejahatannya.
Saat ini Jokowi sedang membuat rencana besar melalui jabatan Gibran. Sebagai Wakil Presiden, Gibran bisa saja menggusur Prabowo.
Setelah Gibran berkuasa, maka kendali kekuasaan dan pemerintahan akan kembali ke tangan Jokowi.
Ini sebagai _grand design_ Jokowi. Jika Prabowo dan DPR lengah dan kekuasaan jatuh ke tangan Gibran, maka kekuatan seluruh rakyat sudah tidak ada artinya karena Jokowi dengan strategi liciknya akan menghalangi semua aspirasi rakyat dengan cara represif, kejam, dan sadis.
Jika Prabowo dan para anggota DPR tetap tidak sadar diri dan terus mengurus tunjangan dan kesenangan pribadi, maka ketika Gibran secara hukum bisa mengambil alih kekuasaan tertinggi, maka saat itu penyesalan sudah tidak berguna.
Jika pun rakyat bangkit untuk melawan tirani penguasa, yang terjadi hanga chaos dan tragedi berdarah yang akan mengorbankan banyak sekali nyawa yang tidak berdosa.
Saat ini rakyat sedang marah kepada Prabowo dan DPR atas situasi negara yang genting dan rakyat yang sangat terpuruk.
Pergantian beberapa Menteri kabinet masih perlu diuji beberapa bulan ke depan.
Penggantian Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Purbaya Yudi Sadewa belum menjamin membawa kebaikan jika pola pikir pemerintah masih sama dengan Sri Mulyani, yaitu menjadikan rakyat sebagai obyek dan sumber pemasukan kas negara.
Walaupun reshuflle kabinet bisa ditafsirkan kalau Prabowo mulai berani mencicil mengurangi pengaruh Jokowi, tapi sebelum masalah utama diatasi Infonesia akan tetap terancam bubar.
Dua masalah utama saat ini adalah: TANGKAP DAN ADILI JOKOWI SERTA MAKZULKAN GIBRAN!
Jika dua sumber masalah itu belum bisa diatasi, Indonesia terus dalam bahaya besar.
Jokowi Sumber Masalah, Harus Diadili!
Presiden ke-7 RI Joko Widodo dianggap sebagai sumber kerusakan bangsa. Dengan demikian tuntutan untuk mengadili Jokowi menjadi hal yang utama dalam memperbaiki kondisi.
Demikian disampaikan wartawan senior sekaligus Pengamat Politik Selamat Ginting dalam diskusi yang digelar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
“Salah satu yang harus dituntut adalah mantan Presiden Jokowi, karena itu sumber masalah, ya harus diadili,” kata Selamat dikutip redaksi dalam YouTube Refly Harun, Minggu, 7 September 2025.
Ia mencontohkan Korea Selatan yang usia kemerdekaannya sama dengan Indonesia bisa mengadili mantan presidennya.
“Korea Selatan itu, diadili sejumlah ada sekitar 4 atau 5 mantan presiden. Dan berani, kembalikan harta kekayaan, kembalikan kebijakan-kebijakan yang salah. Dikembalikan ke mana? Kau (mantan presiden) harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Lanjut Selamat, mengadili Jokowi menjadi kunci untuk memperbaiki budaya dan arah kemudi bangsa yang keliru di era saat ini.
“Kalau kita menggunakan istilah mikul duwur mendem jero, semuanya akan berbalik. Saya kira kita harus melihat budaya-budaya yang keliru di dalam mengadili pemimpin. Itu harusnya transparan. Jadi salah satu kuncinya adalah adili Jokowi,” tegasnya lagi.
Masalah lain yang dihadapi Indonesia, sambung Selamat ialah adanya ular kepala dua.
Hal tersebut mengarah pada kaki tangan Jokowi yang berada pada struktur pemerintahan.
“Menurut saya, kita sedang menghadapi yang namanya ular berkepala dua. Kita tidak bisa lagi memegang buntutnya, karena buntutnya juga jadi kepala. Nah, ular berkepala dua dalam peribahasa adalah orang-orang yang munafik, orang-orang yang penuh kepura-puraan. Karena itu, ular berkepala dua ini memang harus dipenggal, (caranya) adili Jokowi,” pungkasnya.
Refleksi Korlabi: Jokowi Bukan Role Model, Justru Merusak Moralitas Pejabat Publik!
Terhadap sepak terjang maupun hasil dan dampak pencapaian kepemimpinan Jokowi, maka Koordinator Pelaporan Bela Islam (KORLABI) akan berada pada sisi objektif dalam makna netral, karena latar belakang rekam jejak dirinya saat berkuasa, 'cenderung' hasilnya dominan negatif daripada positif, maka demi tercapainya tujuan dan fungsi hukum Korlabi berkesiapan memberikan dukungan moril dalam bentuk fisik (tenaga) kepada kelompok masyarakat yang menginginkan Jokowi diproses hukum untuk diadili di meja hijau karena berbagai bukti hukum.
Selain perilaku Jokowi yang “abnormal” dalam perspektif pemimpin jatidiri, Jokowi pun gagal dalam mengelola negara, Jokowi banyak menghambur hamburkan uang negara saat menjadi Presiden RI ke 7, sehingga 'Jokowi effect' atau dampak kepemimpinan Jokowi memberikan beban kepada negara dan rakyat Indonesia serta berkepanjangan.
Jokowi, sesuai data empiris sejak berkuasa hingga kini masih hobi berbohong, bahkan kontemporer Jokowi ditengarai tengah berupaya memperalat oknum aparat untuk mengkriminalisasi para aktivis yang menginginkan dirinya tunduk kepada hukum dengan pola transparansi, lalu meminta maaf andai benar ijazah S1 nya palsu.
Jokowi sampai saat ini tampak ngotot untuk mempertahankan anaknya Gibran sebagai pejabat publik penyelenggara negara (wapres) walaupun tak berkualitas selain pendidikannya "tidak jelas" disertai sejarah hukum terkait usianya yang belum cukup, namun Ia beri jalan melalui adik Iparnya Anwar Usman untuk mengacak sistem hukum melalui pola "pembiaran" sehingga menjadi bakal cawapres di 2024 dan terhadap hal nepotisme ini KORLABI dkk sudah melaporkan Anwar Usman melalui Dumas RESKRIMUM Polda Metro Jaya pada November 2023.
Refleksi selainnya dari pola kepemimpinan Jokowi dibidang pembangunan ekonomi;
1. Projek IKN gagal
2. Bandara Kerta Jati gagal fungsi
3. Sirkuit Mandalika Lombok rusak.
Dan masih banyak lagi proyek lainnya yang juga gagal
Jokowi diduga kuat 'memperdaya' bangsa ini tentang biografinya atau asal usul keluarganya, selain itu selain banyak menumpuk debu kepada rakyat bangsa Indonesia, Jokowi juga banyak menimbun hutang.
Jokowi tidak serius melakukan korupsi, justru anak dan menantunya seperti beberapa laporan di KPK.
Sehingga kasat mata Jokowi tidak menghalangi perilaku KKN pejabat publik di kabinetnya, malah seolah-olah menyuburkan KKN.
Jokowi telah melakukan pembiaran (disobedient) atau tidak ditegakannya hukum dengan pola tidak diperintahkan dilakukannya diagnosis medis melalui laboratorium forensik kriminal kematian 854 orang petugas KPPS pada tahun 2019 dan membiaran tidak menyelesaikannya penyelidikan tentang keterlibatan aparatur atau para oknum pelaku korban tragedi pembunuhan di Tol KM 50 Cikampek tahun 2020
Untuk itu 'andai'ada pihak masyarakat yang ingin agar Jokowi-Gibran diadili dengan "alat bukti yang cukup", Korlabi siap menjadi relawan, membantu pihak yang berwenang secara objektif hingga tuntas.
Disimpulkan oleh Korlabi, dari deskripsi perjalananan kepemimpinan Jokowi selama 1 (satu) dekade 90 persen lebih tidak berkualitas atau gagal total, selain akibat karakteristik kepribadiannya yang buruk, sehingga hasil kepemimpinannya serba minus di semua sektor, baik dari sisi ekonomi, penegakan hukum dan politik, maka alhasil sepeninggal kekuasaannya "mayoritas adab atau moralitas" pejabat publik menjadi bobrok.
Karena karakter Jokowi bukan panutan melainkan melulu bertolak belakang dari sistem pemerintahan yang baik (good governance). ***
Artikel Terkait
Yudo Sadewa Anak Menkeu Purbaya Pernah Ungkap Ciri-ciri Orang Miskin, Pamer Kartu BCA Prioritas
Menteri Keuangan Nepal Dikejar dan Dipukuli Demonstran di Jalanan
Menteri Keuangan Nepal Dikejar dan Dipukuli Demonstran di Jalanan
Menteri Keuangan Nepal Dikejar dan Dipukuli Demonstran di Jalanan