Sebuah video memperlihatkan momen terakhir Brigadir Muhammad Nurhadi saat berendam santai di kolam sebuah vila di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 16 April 2025 malam.
Tak lama kemudian, anggota Bidpropam Polda NTB itu ditemukan tewas tenggelam dengan luka-luka serius di tubuhnya.
Video tersebut direkam oleh seorang perempuan berinisial M, yang diketahui berada di lokasi pesta bersama dua perwira polisi: Kompol YPM (I Made Yogi Purusa Utama) dan Ipda GA (Haris Chandra).
Dalam kesaksiannya melalui pengacara, M mengaku tidak mengingat apa pun yang terjadi setelah merekam video tersebut.
Kematian Nurhadi awalnya dilaporkan sebagai insiden tenggelam biasa.
Namun kecurigaan keluarga yang melihat luka lebam di bawah mata dan tubuh korban mendorong dilakukannya ekshumasi pada 1 Mei 2025.
Hasil autopsi mengungkap fakta mengejutkan: terdapat patah tulang leher dan tulang lidah, resapan darah di area fraktur, luka lecet di dahi, serta luka sobek di kaki kiri.
Menurut ahli forensik Universitas Mataram, Arfi Syamsun, korban masih hidup saat terjadi kekerasan di area leher dan baru kemudian tenggelam dalam keadaan tak sadar.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyebut kekerasan diduga dipicu oleh tindakan korban yang mencoba mendekati rekan perempuan salah satu tersangka.
Dalam konferensi pers 4 Juli 2025, ia menambahkan bahwa uji lie detector terhadap empat orang yang berada di lokasi menunjukkan indikasi kebohongan, dan bahwa salah satu tersangka diduga memberikan sesuatu kepada korban sebelum korban kehilangan kesadaran.
Pada 18–19 Mei 2025, Polda NTB menetapkan Kompol YPM, Ipda GA, dan M sebagai tersangka.
Mereka dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian.
Namun hingga awal Juli, hanya M yang ditahan, sedangkan dua perwira polisi tidak ditahan karena dianggap kooperatif dan rutin melapor ke Polda NTB.
Langkah tersebut mendapat sorotan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Komisioner Choirul Anam menilai bahwa keputusan tidak menahan tersangka harus benar-benar merujuk pada KUHAP, dan menekankan pentingnya kejelasan konstruksi hukum atas kematian Nurhadi—apakah ini penganiayaan, pembunuhan, atau bahkan pembunuhan berencana.
Sementara itu, pada 27 Mei 2025, Kompol YPM dan Ipda GA telah resmi diberhentikan secara tidak hormat dari Polri melalui sidang etik karena terbukti melanggar kode etik profesi Polri dalam perkara terpisah yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika dan perzinaan.
Hingga kini, belum ada tersangka yang mengakui keterlibatan secara penuh.
Polisi menyatakan bahwa para tersangka hanya mengaku datang ke Gili Trawangan untuk “happy-happy dan pesta.”
Meski begitu, berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P21) dan sudah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB untuk segera diproses ke pengadilan.
Kematian Brigadir Muhammad Nurhadi yang semula tampak sebagai kecelakaan tragis di kolam renang, kini terbukti sarat kekerasan, kebohongan, dan ketidakberesan.
Sumber: suara
Foto: Video detik-detik sebelum Brigadir Nurhadi tewas diduga dianiaya atasan. (Tangkapan layar)
Artikel Terkait
TERANG! Eks Irjen Kemenag Bongkar Dugaan Korupsi Haji Triliunan Rupiah Era Yaqut, Kenapa KPK Diam?
Ditugaskan ke Papua: Antara Ikhlas Mati dan Dibuang Hidup-Hidup
Panas! Ade Armando Bela Dedi Mulyadi Usai Diserang Habib Rizieq: KDM Tidak Anti-Islam, Beliau Seorang Muslim Taat
Pria di Jakbar Kubur 6 Kilo Emas Warisan di Tanah, Hilang Digondol Kuli saat Renovasi Rumah