[UPDATE] Roy Suryo Bawa Hasil Analisis Digital Buktikan 99,9 Persen Ijazah Jokowi Palsu, Yakup Hasibuan: Ini Bukan Ajang Pembuktian!

- Rabu, 09 Juli 2025 | 16:25 WIB
[UPDATE] Roy Suryo Bawa Hasil Analisis Digital Buktikan 99,9 Persen Ijazah Jokowi Palsu, Yakup Hasibuan: Ini Bukan Ajang Pembuktian!




GELORA.ME - Pakar telematika, Roy Suryo datang ke Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/7/2025).


Selain Roy Suryo, ada pula seorang ahli digital forensik Rismon Sianipar hingga sosok Rizal Fadillah.


Mereka tak datang bersamaan, awalnya Rismon tiba di gedung Bareskrim Polri lebih dulu sekira pukul 09.07 WIB.


Kemudian Roy Suryo yang mengenakan kemeja hitam yang dibalut jas warna sama, muncul bersama Rizal Fadillah.


Sebelum masuk ke gedung Bareskrim untuk gelar perkara khusus terkait tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Roy memaparkan hasil analisis teknis yang menyimpulkan bahwa dokumen akademik Jokowi, 99,9 persen palsu.


"Kenapa saya bisa mengatakan 99 persen palsu? Itu nanti akan ada historisnya," ujar mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu.


"Di mana pertama kali ijazah itu muncul fotokopinya itu pada saat di Fakultas Kehutanan UGM diterangkan oleh Dekan Fakultas Kehutanan waktu itu pada tanggal 24 Oktober tahun 2022," sambung dia.


Roy menjelaskan, analisis ini dilakukan melalui metode forensik digital, termasuk Error Level Analysis (ELA) dan face comparison. 


Menurutnya, ijazah berwarna yang diunggah politisi PSI, Dian Sandi, pada 1 April 2025 menjadi kunci dari pengujian tersebut.


“Dari hasil ELA, tampak bagian logo dan pas foto pada ijazah Jokowi mengalami kerusakan digital. Ini menunjukkan adanya rekayasa atau editing,” kata Roy, kepada wartawan, Rabu.


Lebih lanjut, metode face comparison juga menunjukkan ketidaksesuaian antara foto pada ijazah dengan wajah Jokowi saat ini. 


Menurut Roy, justru hasil pengujian menunjukkan bahwa foto di ijazah tersebut lebih cocok atau “match” dengan individu lain berinisial DBU.


Roy juga menampilkan tiga ijazah pembanding dengan nomor seri 1115 (milik Frono Jiwo), 1116 (alm. Hary Mulyono), dan 1117 (Sri Murtiningsih). 


Ketiga ijazah itu dinyatakan identik dalam elemen desain, seperti posisi huruf dan logo universitas.


Sebaliknya, ijazah nomor 1120 yang diklaim milik Jokowi dianggap tidak identik.


"Huruf A pada logo di ijazah Jokowi keluar dari batas logo, sementara di ketiga ijazah pembanding, A-nya masuk ke dalam logo," ujar Roy.


Roy juga menyinggung skripsi milik Jokowi yang diperoleh dari Fakultas Kehutanan UGM pada 15 April 2025 secara resmi. 


Ia menyoroti kejanggalan pada halaman pengesahan yang mencantumkan nama Prof. Dr. Ir. Ahmad Soemitro pada tahun 1985. 


Padahal, menurut data, Ahmad Soemitro baru dikukuhkan sebagai profesor pada Maret 1986, serta penulisan yang benar Prof. Dr. Ir. Achmad Sumitro.


“Selain itu, tanda tangan beliau juga sudah dikonfirmasi tidak sesuai oleh putrinya, Aida Greenburry, yang kini tinggal di Australia,” kata Roy.


Kritik juga diarahkan pada absennya lembar penguji dalam skripsi tersebut. 


"Tanpa lembar penguji, maka skripsi dinyatakan tidak sah. Jika skripsi cacat, maka ijazah tidak mungkin diterbitkan,” lanjutnya.


Roy mempertanyakan langkah Bareskrim yang disebut-sebut telah menggunakan dokumen pembanding dalam gelar perkara. 


Ia mengklaim belum pernah dipanggil atau dimintai keterangan secara resmi.


“Kami siap menghadirkan Frono Jiwo dan Sri Murtiningsih jika diperlukan. Tapi almarhum Hary Mulyono jelas tidak bisa,” ucapnya.


Ia menambahkan, selama ini belum ada transparansi dari kepolisian mengenai dokumen pembanding apa yang digunakan dalam proses penyelidikan. 


Kuasa hukum Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Yakup Hasibuan, menghadiri gelar perkara khusus terkait tudingan ijazah palsu di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/7/2025). 


Meski menyatakan keberatan terhadap proses tersebut, Yakup menyatakan pihaknya tetap hadir sebagai bentuk penghormatan terhadap institusi kepolisian.


"Sejak awal kami sudah menyampaikan keberatan karena gelar perkara khusus di tahap penyelidikan tidak diatur secara hukum, namun kami sangat menghargai keputusan yang telah diambil Mabes Polri," ujar Yakup kepada wartawan, Rabu.


Ia menegaskan, gelar perkara tersebut bukanlah forum untuk menguji materi atau bukti hasil penyelidikan, melainkan untuk menjelaskan proses penyelidikan yang sebelumnya telah berlangsung.


"Gelar perkara ini hanya memaparkan tahapan penyelidikan, bukan pengujian bukti atau dokumen. Jadi tidak bisa dipaksakan agar hasil versi pihak pelapor digunakan," tambahnya.


Yakup juga menyoroti klaim pihak pelapor yang membawa bukti tambahan, termasuk fotokopi ijazah. 


Ia menilai tindakan tersebut tidak relevan karena proses forensik harus dilakukan terhadap dokumen asli.


"Yang diperiksa Bareskrim adalah ijazah asli, bukan fotokopi. Kalau ada pihak yang menyatakan sudah menganalisis fotokopi dan menyimpulkan sesuatu, itu tidak bisa dijadikan dasar. Pemeriksaan harus dilakukan terhadap dokumen analog oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini Puslabfor Polri," tegasnya.


Terkait permintaan sebagian pihak untuk menunjukkan ijazah asli Presiden Jokowi, Yakup menyatakan hal itu pernah dilakukan dan hasilnya telah diperiksa Puslabfor.


"Jadi seakan-akan harus diperiksa mereka dulu, baru sah. Ini negara hukum, ini yang kami selalu sampaikan, ini negara hukum, ada peraturannya, kalau lebih percaya oleh beberapa oknum saja ya silakan," tutur dia.


"Tapi jangan mengintervensi proses hukum yang sudah berjalan. Dan harus tetap mempercayakan pada institusi yang memiliki otoritas dan wewenang," sambungnya.


Yakup juga memastikan bahwa Presiden Jokowi telah memberikan kuasa penuh kepada tim hukum untuk menghadiri proses ini. 


Sumber: Tribun

Komentar