Negara Muslim Ini Pernah Permalukan Rusia, Kini Nasibnya Tragis!

- Minggu, 25 Mei 2025 | 14:45 WIB
Negara Muslim Ini Pernah Permalukan Rusia, Kini Nasibnya Tragis!




GELORA.ME - Negara mayoritas muslim, Afghanistan, pernah mempermalukan Rusia dengan mengusir Uni Soviet yang pernah melancarkan invasi pada 1979 silam.


Rusia yang dahulu bernama Uni Soviet pada 24 Desember 1979 menginvasi Afghanistan selama 9 tahun hingga Februari 1989. 


Alasannya, karena pemerintah Afghanistan saat itu tak berpihak pada Soviet yang komunis.


Uni Soviet dan Afghanistan di periode sebelum invasi adalah negara mitra. 


Kedua negara menandatangani Treaty of Friendship, sebuah perjanjian persahabatan yang bertujuan menjalin hubungan yang setara dan netral serta memastikan tak ada agresi militer di antara kedua negara.


Karena mulai merasa pemerintahan Afghanistan tak lagi sejalan, Soviet pun bersiasat untuk mengganti pemerintahan negara Muslim tersebut agar dipimpin sosok berhaluan komunis.


Uni Soviet akhirnya melancarkan invasi ke Afghanistan. Soviet mengerahkan ratusan pesawat angkut yang membawa puluhan ribu orang untuk menyerbu pemimpin Afghanistan saat itu, Hafizullah Amin, di Istana Darulaman.


Amin tewas terbunuh dalam serangan. Uni Soviet berhasil menduduki ibu kota Kabul.


Meski tentara loyalis Amin sempat memberi perlawanan sengit, pasukan Soviet berada di atas angin.


Situasi ini pun mendesak kelompok pemberontak Islam yang disebut Mujahidin maju dengan dukungan dari Amerika Serikat, Pakistan, China, hingga Arab Saudi.


Kelompok Mujahidin menggunakan taktik gerilya dalam perlawanan ini. 


Mereka melancarkan serangan dadakan kemudian bersembunyi, dengan tujuan mengacaukan operasi militer Soviet.


Bantuan senjata dari AS dan China membuat perlawanan Mujahidin semakin sengit. 


Pesawat-pesawat Uni Soviet berhasil dijatuhkan dan sejumlah besar pasukan Soviet tewas.


Invasi Soviet di Afghanistan semakin lama juga semakin dikritik keras dunia. 


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Soviet angkat kaki dari Afghanistan dan AS juga menjatuhkan sanksi ekonomi ke mereka.


Pada 15 Februari 1989, pemimpin baru Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, akhirnya memutuskan menarik pasukan. 


Soviet menandatangani perjanjian damai pada 1988 dan menarik pasukannya setahun kemudian.


Kekalahan itu sekaligus mempermalukan Soviet yang kala itu salah satu negara adidaya di dunia.


Nasib Tragis Afghanistan


Meski pernah sukses memukul mundur Uni Soviet, Afghanistan kini malah mengalami nasib tragis.


Afghanistan saat ini dipimpin oleh Taliban, kelompok Islam garis keras yang perdana muncul pasca-kekalahan Uni Soviet.


Kelompok ini pertama kali dibentuk pada 1994 dengan dukungan Arab Saudi. 


Pada 1996, Taliban naik ke tampuk kuasa dengan mengusung janji mengembalikan perdamaian dan keamanan Afghanistan berdasarkan Syariah Islam. Kelompok ini pun memimpin negara itu hingga tahun 2001.


Selama masa kepemimpinannya, Taliban memang berhasil merengkuh popularitas lewat keberhasilannya memberantas korupsi dan membatasi pelanggaran hukum. 


Kendati begitu, pada saat yang sama, Taliban juga menggenjot hukum Syariah yang kontroversial, salah satunya mengeksekusi di depan publik pelaku pembunuhan dan pezina.


Taliban juga menetapkan pembatasan ketat terhadap aktivitas perempuan di ruang publik. Kelompok ini juga melarang berbagai macam bentuk hiburan seperti musik dan film.


Pemerintahan Taliban mulai goyang setelah insiden serangan Al Qaeda ke World Trade Centre, New York, Amerika Serikat pada 11 September 2001. Al Qaeda adalah kelompok yang didukung Taliban.


Taliban dituduh melindungi Osama Bin Laden dan Al Qaeda yang saat itu diburu AS. Karena hal ini, AS melancarkan invasi ke Afghanistan, yang akhirnya menjatuhkan kekuasaan Taliban.


Pada 2021, kelompok ini akhirnya kembali memerintah Afghanistan. Taliban meraih kekuasaannya saat AS bersiap menarik pasukan dari negara itu.


Taliban dengan cepat merebut kota-kota besar, termasuk Kabul. Kini, mereka kembali menguasai Afghanistan dan memberlakukan kembali hukum syariat garis kerasnya.


Pemerintahan Taliban kali ini dilaporkan lebih parah dari sebelumnya. Perempuan dan kelompok agama minoritas seperti Kristen menjadi pihak-pihak yang paling menderita di bawah kepemimpinan Taliban.


Laporan organisasi pengawas penganiayaan agama asal California, Open Doors USA, mencatat orang-orang Kristen di Afghanistan harus bersembunyi demi bisa hidup.


Mereka juga kerap melarikan diri karena Taliban sering masuk ke rumah-rumah warga untuk menculik gadis-gadis guna dinikahkan dengan anggota mereka.


Perempuan lain, baik itu muslimat sekali pun, juga mengalami penderitaan serupa. Para perempuan di Afghanistan dilarang bekerja, mengenyam pendidikan, dan berada di ruang publik seperti tempat olahraga.


Mereka yang menentang aturan akan ditahan, dihukum, bahkan disiksa.


Sumber: CNN

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

JOKO Widodo alias Jokowi sudah lengser. Tak lagi punya kekuasaan. Presiden bukan, ketua partai juga bukan. Di PDIP, Jokowi pun dipecat. Jokowi dipecat bersama anak dan menantunya, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Bobbby Nasution. Satu paket. Anak bungsu Jokowi punya partai, tapi partainya kecil. Yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai gurem ini tidak punya anggota di DPR RI. Di Pemilu 2024, partai yang dipimpin Kaesang ini memperoleh suara kurang dari empat persen. Pada posisi seperti ini, apakah Jokowi lemah? Jangan buru-buru menilai bahwa Jokowi lemah. Lalu anda yakin bisa penjarakan Jokowi? Sabar! Semua ada penjelasan ilmiahnya. Semua ada hitung-hitungan politiknya. Manusia satu ini unik. Lain dari yang lain. Langkah politiknya selalu misterius. Tak mudah ditebak. Publik selalu terkecoh dengan manuvernya. Anda tak pernah menyangka Gibran jadi walikota, lalu jadi wakil presiden sebelum tugasnya sebagai walikota selesai. Anda tak pernah menyangka Kaesang jadi ketum PSI. Prosesnya begitu cepat. Tak ada yang prediksi Airlangga Hartarto mundur mendadak dari ketum Golkar. Anda juga tak pernah menyangka suara PDIP dan Ganjar Pranowo dibuat seragam yaitu 16 persen di Pemilu 2024. Persis sesuai yang diinginkan Jokowi. Anda nggak pernah sangka UU KPK direvisi. UU Minerba diubah. Desentralisasi izin tambang diganti jadi sentralisasi lagi. Omnibus Law lahir. IKN dibangun. PIK 2 jadi PSN. Bahkan rektor universitas dipilih oleh menteri. Ini out of the box. Nggak pernah ada di pikiran rakyat. Tapi, semua dengan begitu mudah dibuat. Mungkin anda nggak pernah berpikir mobil Esemka itu bodong. Anda juga nggak pernah menyangka ketua FPI dikejar dan akan dieksekusi oleh aparat di jalanan. Juga nggak pernah terlintas di pikiran ada Panglima TNI dicopot di tengah jalan. Ini semua adalah langkah out of the box. Tak pernah terlintas di kepala anda. Di kepala siapa pun. Ketika anda berpikir Jokowi melemah pasca lengser, ternyata orang-orang Jokowi masuk kabinet. Jumlahnya masih cukup banyak dan signifikan. Ketua KPK, Jaksa Agung dan Kapolri sekarang adalah orang-orang yang dipilih di era Jokowi. Ketika anda tulis Adili Jokowi di berbagai tempat, Kaesang, anak Jokowi justru pakai kaos putih bertuliskan Adili Jokowi. Pernahkah Anda menyangka ini akan terjadi? Teriakan Adili Jokowi kalah kuat gaungnya dengan teriakan Hidup Jokowi. Ini tanda apa? Jelas: Jokowi masih kuat dan masih punya kesaktian. Semoga pemimpin zalim seperti Jokowi Allah hancurkan. inilah doa sejumlah ustaz yang seringkali kita dengar. Apakah Jokowi hancur? Tidak! Setidaknya hingga saat ini. Esok? Nggak ada yang tahu. Dan kita bukan juru ramal yang pandai menebak masa depan nasib orang. Kalau cuma 1.000 sampai 2.000 massa yang turun ke jalan untuk adili Jokowi, nggak ngaruh. Ngaruh secara moral, tapi gak ngaruh secara politik. Beda kalau satu-dua juta mahasiswa duduki KPK, itu baru berimbang. Emang, selain 1998, pernah ada satu-dua juta mahasiswa turun ke jalan? Belum pernah! Massa mahasiswa, buruh dan aktivis saat ini belum menemukan isu bersama. Isu Adili Jokowi tidak terlalu kuat untuk mampu menghadirkan satu-dua juta massa. Kecuali ada isu lain yang menjadi triggernya. Contoh? Gibran ngebet jadi presiden dan bermanuver untuk menggantikan Prabowo di tengah jalan, misalnya. Ini bisa memantik kemarahan massa untuk terkonsentrasi kembali pada satu isu. Contoh lain: ditemukan bukti yang secara meyakinkan mengungkap kejahatan dan korupsi Jokowi, misalnya. Ini bisa jadi trigger isu. Ini baru out of the box vs out of the box. Tagar Adili Jokowi bisa leading. Kalau cuma omon-omon, ya cukup dihadapi oleh Kaesang yang pakai kaos Adili Jokowi. Demo Adili Jokowi lawannya cukup Kaesang saja. Jokowi terlalu tinggi untuk ikut turun dan menghadapinya. Sampai detik ini, Jokowi masih terlalu perkasa untuk dihadapi oleh 1.000-2.000 massa yang menuntutnya diadili. rmol.id *Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Terkini