Gibran, secara sadar atau tidak, telah menjadi bagian dari konspirasi hukum—yang oleh banyak pihak bisa dikategorikan sebagai perbuatan tercela.
Bila kelak ada investigasi independen, dan terbukti ia menerima manfaat dari pelanggaran etik, maka tak berlebihan bila posisinya sebagai wakil presiden digugat keabsahannya.
Pos Faktum dan Prospektif:
Debat tentang Gibran berada dalam dua ranah: pos faktum dan prospektif. Pos faktum—kejadian telah berlalu, tak bisa diubah.
Tapi dalam ranah prospektif, yaitu masa depan, kita masih bisa mencegah pembusukan lebih jauh. Dan ini yang harus terus diupayakan.
Perlu tekanan publik, penegakan etika, dan keberanian membongkar kebusukan yang menyaru dalam jubah konstitusi.
Pertanyaannya kini sederhana tapi tajam: jika seorang jenderal bisa digugat karena menyalahgunakan kewenangan, mengapa tidak dengan seorang wakil presiden—yang naik tahta dengan prosedur yang cacat? Atau apakah jabatan sekarang lebih tinggi daripada harga diri bangsa?
Penutup:
Apa yang ditandatangani para jenderal bukan sekadar surat keprihatinan. Itu adalah peringatan keras dari generasi pejuang bangsa bahwa demokrasi sedang dirampok di siang bolong.
Dan nama Gibran, dengan segala keterlibatannya dalam proses ini, akan selamanya tercatat dalam lembar gelap sejarah itu.
Kalau bangsa ini masih punya keberanian untuk menyebut yang benar itu benar dan yang salah itu salah, maka kelak, jabatan Gibran harus ditimbang ulang. Bukan oleh politik, tapi oleh nurani hukum dan sejarah.
Berikut adalah kutipan langsung dari pernyataan Forum Purnawirawan TNI yang menuntut pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka:
“Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.”
Pernyataan ini dibacakan oleh Mayjen (Purn) TNI Sunarko dan ditandatangani oleh sejumlah tokoh senior TNI, termasuk Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, serta Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
Sebagai tambahan, pakar hukum tata negara Feri Amsari menyatakan bahwa purnawirawan TNI-Polri yang ingin mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dari jabatannya semestinya menempuh jalur konstitusional melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurutnya, usul pemakzulan dapat dijalankan setelah mengantongi dukungan dari 2/3 jumlah anggota DPR atau sekitar 387 orang. ***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Pangdam Bukit Barisan Gembleng 500 Kadet di Pematang Siantar, Tanamkan Cinta Tanah Air
Budi Arie Setiadi Minta Restu Projo Gabung Gerindra, Disebut Alat Ngamen Politik
Kopi Termahal di Dunia Rp16,6 Juta per Cangkir Diluncurkan di Dubai
Purbaya Ajak Produsen Rokok Ilegal ke KIHT, Dapat Tarif Cukai Khusus