GELORA.ME -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, pada Senin 17 Februari 2025, tim penyidik memanggil Hasto dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
"Benar saudara HK dipanggil hari ini dalam kapasitasnya sebagai tersangka," kata Tessa kepada wartawan, Senin pagi, 17 Februari 2025.
Namun demikian, Hasto Kristiyanto disebut tidak akan hadir hari ini dan meminta penjadwalan pemeriksaan ulang.
"Tapi kami akan mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan karena pada hari Jumat kami telah mengajukan praperadilan kembali pasca tidak dterima dalam putusan Kamis kemarin," kata tim kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy kepada RMOL, Minggu malam, 16 Februari 2025.
Ronny menjelaskan, praperadilan ini dilakukan 2 permohonan sekaligus, yakni terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka terkait kasus dugaan suap dan kasus dugaan perintangan penyidikan.
"Upaya ini kami lakukan agar pengadilan melakukan pemeriksaan pokok perkara praperadilan kami yang belum tersentuh dalam putusan," pungkas Ronny.
Sementara itu, tim kuasa hukum Hasto lainnya, Maqdir Ismail juga membenarkan bahwa pihaknya kembali mengajukan permohonan praperadilan.
"Kami akan ajukan praperadilan lagi. Mestinya sudah didaftarkan Jumat, kalau belum besok akan kami daftarkan. Ya, permohonan kami pisah perkara suap dan perkara obstruction of justice," sambung Maqdir.
Pada Kamis, 13 Februari 2025, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto telah membacakan putusan atas permohonan praperadilan yang diajukan Hasto melawan KPK. Dalam putusannya, Hakim Djuyamto menerima eksepsi yang diajukan pihak KPK.
"Menyatakan permohonan oleh pemohon kabur atau tidak jelas. Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Djuyamto saat membacakan amar putusan, Kamis sore, 13 Februari 2025.
Permohonan tidak dapat diterima itu dikarenakan 2 perkara pidana dijadikan 1 permohonan praperadilan. Seharusnya, masing-masing perkara diajukan terpisah dalam permohonan praperadilan
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Bukan Asal Ceplos, Dokter Tifa Yakin Ijazah Jokowi Palsu Lewat Keahlian Khusus Ini
Tuai Pro Kontra! Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Usul Program Sumbat Sperma Suami Jadi Syarat Penerima Bansos
Tanggapi Desakan Purnawirawan Minta Gibran Dimakzulkan, Hercules: Sudah Bau Tanah, Saya Tidak Takut
Polda Sumut Selidiki Laporan Mahasiswi UINSU Diduga Dilecehkan Asisten Dosen Sekaligus Ustaz