1. Politik Dinasti dan Nepotisme – Keterlibatan keluarga Jokowi dalam politik semakin mencolok. Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto, Bobby Nasution maju sebagai Gubernur Sumatera Utara, dan Kaesang Pangarep sempat disebut akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Semua ini memicu kritik bahwa demokrasi Indonesia telah bergeser menuju oligarki keluarga.
2. Pelemahan KPK – Revisi UU KPK yang disahkan di era Jokowi dinilai mengurangi independensi lembaga antirasuah ini. Banyak kasus besar yang sebelumnya ditangani dengan tegas kini tampak menguap begitu saja.
3. Pembungkaman Kritik Publik – Penggunaan UU ITE secara selektif untuk membungkam kritik menjadi sorotan. Beberapa aktivis, akademisi, hingga jurnalis yang mengkritik pemerintah justru terjerat kasus hukum.
4. Pemindahan Ibu Kota yang Kontroversial – Proyek IKN di Kalimantan Timur dikritik sebagai kebijakan ambisius yang tidak sesuai janji kampanye awal dan membebani anggaran negara.
5. Kebijakan Ekonomi dan Utang Negara – Selama pemerintahan Jokowi, utang negara melonjak drastis. Meski diklaim untuk pembangunan infrastruktur, efektivitasnya masih dipertanyakan.
6. Represi terhadap Demonstran – Aksi demonstrasi yang menolak kebijakan kontroversial kerap dihadapi dengan tindakan represif aparat. Ini menunjukkan adanya pembatasan terhadap kebebasan berekspresi.
Bahkan, laporan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) sempat menobatkan Jokowi sebagai finalis dalam daftar pemimpin paling korup di dunia.
Belum lagi kontroversi soal keaslian ijazahnya yang hingga kini masih dipertanyakan.
Adili Jokowi: Sekadar Graffiti atau Perlu Tindakan Nyata?
Pertanyaannya, apakah cukup jika tuntutan "Adili Jokowi" hanya berhenti pada graffiti dan demonstrasi?
Apakah rakyat harus kembali melakukan people power seperti aksi 22 Agustus 2025 yang berhasil menggagalkan skenario politik yang dinilai merugikan demokrasi?
Sejarah telah menunjukkan bahwa kekuatan rakyat bisa membawa perubahan.
Namun, apakah kali ini rakyat Indonesia akan berhenti pada tembok-tembok kota, atau melangkah lebih jauh untuk menuntut pertanggungjawaban nyata?
Satu hal yang pasti, rakyat punya batas kesabaran. Dan seperti kata pepatah, "Gusti Allah SWT tidak sare". ***
Artikel Terkait
TNI Gagalkan Aksi Begal & Tabrak Lari di Tol Kebon Jeruk, 3 Motor Curian Disita
Kalah Telak! Mr J PSI Tumbang di Tangan Anak Buah Prabowo
Pemkot Surabaya Gandeng Densus 88, Ini Tujuan dan Langkah yang Akan Dilakukan
Prabowo Izinkan Jokowi Diadili? Ini Kata Pengamat Soal Sinyal Purbaya