Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar Bisa Jadi Pintu Masuk Seks Bebas

- Selasa, 06 Agustus 2024 | 10:45 WIB
Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar Bisa Jadi Pintu Masuk Seks Bebas


Adapun aturan soal penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). Aturan ini terkait dengan upaya kesehatan reproduksi yang salah satunya melalui upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup.


“Pelaksanaan aturan tentang kesehatan reproduksi remaja harus dipastikan jangan menjadi pintu bagi seks bebas di kalangan remaja,” kata Luqman di Jakarta, Senin (5/8/2024).


Luqman menggarisbawahi tentang makna penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar atau siswa yang dapat menciptakan persepsi salah mengenai seksualitas di usia remaja. 


“Dengan adanya akses langsung ke alat kontrasepsi, ada risiko bahwa remaja akan menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang dapat diatasi dengan mekanisme teknis semata, tanpa memperhatikan aspek emosional, moral, dan sosial yang penting,” jelas politikus PKB ini.


“Ini berpotensi mempromosikan pemikiran bahwa hubungan seksual di usia muda adalah hal yang dapat diterima, asalkan dilakukan dengan penggunaan kontrasepsi, tanpa memberikan cukup penekanan pada risiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur,” sambung Luqman.


Ia menekankan, seharusnya upaya sistem reproduksi sesuai siklus hidup khusus untuk anak usia sekolah atau remaja tidak termasuk dengan penyediaan alat kontrasepsi. 


Selain dapat menimbulkan kesalahan persepsi tentang hubungan seksual, menurut Luqman, aturan tersebut tidak sejalan dengan norma-norma agama dan susila di Indonesia. 


“Karena itu, aspek edukasi kesehatan reproduksi untuk remaja harus menjadi prioritas utama dibandingkan pemberian alat-alat kontrasepsi,” tegasnya.


Luqman mengatakan, penting untuk diingat bahwa sekadar menyediakan alat kontrasepsi tidak cukup untuk mengatasi tantangan kesehatan reproduksi remaja. Maka pendidikan seksual dinilai menjadi upaya yang lebih baik ketimbang penyediaan alat kontrasepsi yang seolah melegalkan hubungan seks remaja.


“Fokus utama seharusnya adalah pada pendekatan yang holistik dan komprehensif yang mencakup pendidikan seksual yang berkualitas, konseling, dan dukungan emosional,” terangnya.


“Program pendidikan di sekolah harus dirancang untuk memberikan informasi yang akurat dan relevan mengenai kesehatan reproduksi, serta mendukung perkembangan emosional dan moral remaja,” tutur Luqman, menambahkan.


Halaman:

Komentar