Di kamp Al Shati, tiga putra Haniyeh: Hazem, Amir, dan Mohammad, meninggal setelah mobil yang mereka naiki dibom oleh jet tempur Israel.
Dua cucu Haniyeh juga tewas dalam serangan itu, sementara satu cucu lainnya terluka akibat serangan tersebut.
"Tidak ada keraguan bahwa musuh (Israel) didorong oleh balas dendam serta niat pembunuhan dan pertumpahan darah. Mereka tidak mematuhi standar atau hukum apa pun," kata Haniyeh kepada Al Jazeera.
Haniyeh juga mengatakan bahwa sebanyak 60 anggota keluarganya telah terbunuh, sejak agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober lalu. Serangan ini juga terjadi kala pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih berlangsung di Kairo, Mesir.
"Tuntutan kami jelas dan spesifik. Musuh mungkin berkhayal bahwa dengan menargetkan anak-anak saya di tengah perundingan, akan mendorong Hamas untuk mengubah posisi," kata Haniyeh.
Dia mengatakan, "Darah anak-anak saya tidak lebih berharga daripada darah rakyat kami. Semua martir di Palestina adalah anak-anak saya."
Haniyeh juga menegaskan bahwa serangan terhadap keluarganya merupakan bukti kegagalan Israel, dan dia tidak akan mengubah posisi Hamas dalam perundingan gencatan senjata.
Dia menekankan Hamas tidak akan menarik tuntutannya dalam perundingan di antaranya tuntutan gencatan senjata permanen, pemulangan warga Palestina yang terlantar ke rumah mereka, hingga pembebasan tahanan Palestina.
Sumber: viva
Artikel Terkait
Nova Arianto Dorong Pemain Indonesia Tampil Maksimal di Piala Dunia U-17 2025 untuk Incar Minat Scout Eropa
Komisaris Transjakarta Dikecam Publik Jepang, Didesak Dipecat Gara-gara Ancaman Gorok Leher
Menkeu Purbaya Bantah Isu IKN Kota Hantu: Pembangunan Terus Berjalan
Pembangunan Jalur Kereta Api Trans Sumatera, Kalimantan, Sulawesi: Instruksi Langsung Prabowo